Namun, kekacauan internal di pemerintahan Israel membuatnya sulit untuk membuat kesepakatan-kesepakatan baik dengan Palestina maupun Suriah, tindakan yang selalu dihindari pimpinan-pimpinan negeri Zionis. Analis politik di Israel, Yossi Alpher mengatakan, pengunduran diri Olmert akan memperlambat proses dialog dengan Palestina dan Suriah. "Negara-negara Arab akan mempertanyakan apa manfaat kesempatan dengan Olmert nantinya, karena Olmert sendiri mengakui dirinya lemah dan dia akan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan persetujuan atas kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya, " kata Alpher. Sementara Menteri Luar Negeri Palestina Riad Malki mengatakan, keputusan Olmert untuk mundur tidak akan mengubah apapun. "Betul, Olmert sangat antusias dengan proses perdamaian. Dan ia membicarakan proses ini dengan penuh perhatian, tapi proses tersebut tidak mencapai kemajuan atau terobosan baru, " kata Malki.
Meski Olmert selalu menolak bahwa ia telah melakukan tindak kriminal, Olmert mengatakan akan mundur jika ia didakwa. Keputusan Olmert untuk tidak lagi memimpin partainya, Partai Kadima, memicu munculnya wacana agar segera dilakukan proses pemilihan perdana menteri baru. Kandidat-kandidat utama pengganti Olmert adalah Menteri Luar Negeri Tzipi Livni dan Menteri Transportasi Shaul Mofaz yang pernah menjabat sebagai kepala staff angkatan bersenjata dan menteri pertahanan Israel. Pollin-polling yang dilakukan di Israel menunjukkan Livni memiliki peluang besar untuk menggantikan Olmert. Jika Livni terpilih, maka Livni akan menjadi perdana menteri perempuan kedua di Israel setelah Golda Meir. Livni juga dikenal sebagai pejabat pemerintahan Israel yang bersikap keras terhadap Palestina. (eramuslim)
No response to “Siapa Pun Pengganti Olmert, Perdamaian di Palestina Akan Tetap Suram”
Post a Comment