Saturday, November 22, 2008

Warga Kudus Surati MUI Soal Fatwa Haram Rokok

Warga Kudus, Jawa Tengah, salah satu daerah produsen rokok terbesar di Indonesia, melalui Lembaga Studi Sosial dan Budaya (LS2B) Sumur Tolak Kudus, mengirimkan surat keberatan fatwa haramnya rokok kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Sekretaris LS2B Sumur Tolak tersebut, Ulin Nuha, mengatakan, lembaganya telah menggelar serta mengumpulkan suara warga Kudus lewat diskusi dan seminar mengenai fatwa itu beberapa kali dan hasilnya menolak fatwa haram rokok MUI. "Harapan kami, surat yang kami layangkan menjadi pertimbangan MUI dalam mengambil putusan fatwa rokok," tuturnya, setelah rapat koordinasi, Selasa (19/11) lalu. Demikian dilaporkan kontributor NU Online Zakki Amali.

Selain kepada MUI, surat tersebut juga akan ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ketua Gabungan Perusahaan Rokok Indonesia (GAPRI), dan Bupati Kudus. Di kalangan MUI sendiri status hukum rokok masih menjadi diperdebatkan. Alasan yang melarang mengkonsumsi rokok, antara lain, didasarkan pada pertimbangan timbulnya kerusakan pada badan, akal dan harta benda, menimbulkan penyakit jantung, paru-paru, impotensi dll. Sedangkan merusak diri sendiri adalah perbuatan terlarang. Pertimbangan status hukum mubah (boleh), karena asal-muasal sesuatu itu mubah. Dan rokok tidak memabukkan. Sementara haramnya khamr (miniman keras) adalah karena ada unsur memabukkan. Kalau rokok membahayakan pada sebagian orang, itu kondisional.

Pertimbangan makruh (lebih baik dihindari), karena menimbulkan bau yang kurang enak. Hal ini dianalogikan dengan makan bawang mentah yang diminta menjauh dari masjid oleh Nabi Muhammad SAW karena baunya mengganggu orang lain. Menurut Ketua MUI Kudus KH Syafiq Naschan, tidak ada dalil yang pasti tentang haramnya rokok, sehingga hanya menimbulkan keraguan. "Sesuatu itu tidak bisa dihukumi haram dengan keraguan. Maka hukum merokok menjadi makruh." Lebih lanjut menurut KH Syafiq, jika MUI pusat menerbitkan fatwa haram rokok, maka fatwa tersebut akan mandul yang terjadi justru MUI akan banyak mendapat protes keras dari masyarakat. "Formulasi fatwa harus memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin. Fatwa tidak boleh menyakiti hati atau menimbulkan keresahan masyarakat muslim atau penguasanya, atau memecah belah masyarakat atau menimbulkan fitnah diantara mereka. Apalagi akrena kepentingan hawa nafsu, atau menyalahi syaria'at agama," tambah KH Syafiq.

Di tempat yang sama, Head of Corporate Affair PT Djarum, Suwarno M Serad dengan bahasa yang beda juga menolak fatwa haram rokok. Menurut Suwarno, sektor industri tembakau menjadi satu-satunya industri yang mampu menciptakan nilai tambah tinggi serta dinikmati oleh masyarakat, bangsa dan negara. "Sebaliknya nilai tambah yang tinggi dari komoditi lain seperti mineral, tambang, CPO, karet, dan kakao justru dinikmati oleh negara pengimpor," jelas Suwarno. (NU)


Gus Dur: Islam dan Nasionalisme Tidak Berdiri Sendiri-sendiri


KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali menegaskan pentingnya umat Islam di Indonesia terus memupuk semangat nasionalisme jika ingin hidup damai dan maju. Hal ini karena Islam dan Nasionalisme tidak dapat Berdiri sendiri-sendiri di Indonesia. Demikian diungkapkan Gus Dur dalam pengajiannya di Pesantren Ciganjur, pagi tadi (22/11). Kali ini Gus Dur juga mengecam majlis Ulama Indonesia (MUI) yang hanya bisa marah-marah setiap terjadi problem bangsa, tanpa pernah menyumbangkan solusi yang produktif. Lebih lanjut Gus Dur mengungkapkan, semestinya MUI memiliki nalar yang cerdas untuk dapat membantu bangsa ini bangkit dari keterpurukannya. Karena masyarakat lebih membutuhkan solusi produktif daripada sekedar fatwa haram.

“Berbagai keputusan final untuk mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah dibuat oleh banyak kelompok, termasuk organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama. Jadi kita tidak perlu lagi mempertentangkan Islam dan Nasionalisme,” terang Gus Dur. Menurut Gus Dur, sebuah kemunduran besar jika beberapa orang mempertanyakan keabsahan Nasionalisme dalam sudut pandang Islam. Karena NU jauh-jauh hari telah memutuskan tiadanya kewajiban untuk mendirikan Negara Islam sebelum NKRI lahir. ”Jika mau cerdas, MUI dapat mencari format-format ideal untuk menerapkan hukum-hukum agama agar sesuai dengan hukum-hukum kenegaraan. Dengan demikian keutuhan bangsa dapat terjaga dan integritas negara dapat terbangun dengan mapan,” tandasnya. (NU)


Michael Jackson Kini Peluk Islam


Los Angeles (GP-Ansor): Michael Jackson yang baru saja kehilangan Neverland (lahan yang disebut-sebut sebagai surganya anak-anak yang terjual melalui sebuah acara lelang yang digelar awal tahun ini, red.), mendadak memeluk agama Islam. Raja pop dunia itu pun berganti nama menjadi Mikaeel. Michael mengucapkan dua kalimat syahadat (ikrar memeluk Islam) dalam sebuah seremoni kecil di kediamannya di Los Angeles. Dia duduk di lantai mengenakan peci dan seorang Imam dari masjid memimpin seremoni.


Demikian dikutip The Sun, Jumat (21/11/2008). Michael lebih memilih nama Mikaeel yang merupakan nama salah satu malaikat dalam Islam, ketimbang menggunakan nama Mustafa. Michael menolak Mustafa yang berarti ‘orang terpilih’. Pria yang akrab disapa Jacko itu memutuskan masuk Islam setelah mendengarkan pengalaman spiritual produser dan penulis albumnya. Kedua orang tersebut meyakinkan pelantun Ben itu, bahwa setelah menjadi muslim hidup mereka lebih baik. “Sekarang, Jacko sedang berada di Makkah. Dia berdoa di sana,” tutur sumber. (GP Ansor)



Monday, November 10, 2008

Wahid Institut Gelar Seminar tentang Jihad

The Wahid Institut, sebuah lembaga yang dibidani oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggelar seminar bertemakan jihad di Surabaya, Ahad (9/11), beberapa saat setelah eksekusi tiga terpidana mati kasus bom Bali di Cilacap, Jawa Tengah. Namun seminar ini sama sekali tidak terkait dengan pelaksanaan eksekusi mati Amrozi Cs. “Seminar sudah direncanakan sejak lama. Justru eksekusi Amrozi yang ngikut kita,” kata Direktur Eksekutif The Wahid Institut Ahmad Suaedy. Hadir beberapa pengurus dan aktivis NU seperti Fajrul Falakh, Abdul A’la, Abdul Muqsid Ghozali, dan Rumadi.

Menurut Suaedy, jihad yang dimaksud dalam seminar tersebut berkaitan dengan peristiwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh pemimpin besar NU Hadratus Syeikh KH Hasyim As’ary pada 22 Oktober 1945 yang menjadi pemicu peristiwa Hari Pahlawan 10 November 1945. “Jihad yang kita maksud bukan jihadnya Amrozi. Jihad versi KH Hasyim Asy’ary bukan jihad yang liar seperti itu, yang tidak ada kaitannya dengan nasionalisme,” kata Suaedy. Direktur The Wahid Institute Yenny Zannuba Wahid, mengatakan, seminar tentang jihad kali ini digelar di Surabaya untuk memperingati peristiwa heroik atau Hari Pahlawan 10 Nopember 1945, yang selalu diperingati di Surabaya setiap tahunnya.

Dalam seminar itu diluncurkan buku bertajuk Ragam Ekspresi Islam Nusantara. Buku setebal 150 halaman itu merupakan kumpulan suplemen The Wahid Institut di Majalah Tempo dan Gatra selama dua setengah tahun. (NU Online)


Ketua PCINU Australia: Eksekusi Jadikan Amrozi Martir

Eksekusi terhadap tiga pelaku Bom Bali 2002 tidak menyelesaikan masalah, namun justru memenuhi keinginan mereka untuk menjadi martir alias syahid menurut anggapan mereka sendiri dan kelompok Islam garis keras. Demikian dikatakan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-Selandia Baru, Eko Zuhri Ernada, di Canberra, seperti dikutip kantor berita Antara, Ahad (9/11), beberapa saat setelah dilakukan eksekusi mati terhadap tiga terpidana mati bom Bali yang menewaskan 88 turis Australia. "Saya dari dulu tidak setuju eksekusi Amrozi cs karena hukuman tersebut hanya memenuhi keinginan mereka untuk menjadi martir. Citra martir itu pun kini sudah terjawab di masyarakat seperti adanya orang yang menjual baju kaos bergambar Amrozi," kata Eko.

Menanggapi eksekusi ketiga pelaku serangan yang menewaskan total 202 orang, Eko mengatakan, hukuman mati tidak menyelesaikan masalah di tengah kesimpangsiuran opini di masyarakat Indonesia terkait dengan kasus mereka. "Yang dilakukan Amrozi dkk di Bali enam tahun lalu tetap salah karena Indonesia bukanlah lokasi perang melainkan tempat damai sehingga membunuh warga sipil yang tidak bersalah tidak dapat dibenarkan," kata kandidat doktor Universitas Nasional Australia (ANU) ini. Rakyat Australia sendiri tidak semua sepakat dengan hukuman mati bagi Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera.

"Masyarakat Australia terbelah. Ada yang berpendapat bahwa perbuatan Amrozi cs tidak perlu dibalas, tapi ada pula yang berpendapat sebaliknya," kata Indonesianis Universitas Nasional Australia (ANU), George Quinn di sela Konferensi Bahasa Indonesia di KBRI Canberra, Sabtu. (NU Online)


Jihad Mbah Hasyim Beda dengan Jihad Amrozi

Jihad yang dimaksud oleh pemimpin besar Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim) dalam Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang kemudian memicu peristiwa Hari Pahlawan 10 November adalah berbeda dengan jihad yang digelontorkan kelompok muslim garis keras seperti Amrozi Cs. “Jihad dalam pengertian fisik militer harus diletakkan dalam sistem kemasyarakatan yang lebih luas,” kata Ketua PBNU Fajrul Falakh, di Surabaya, Ahad (9/10), di sela seminar "Jihad dan Kepahlawanan: Refleksi Resolusi Jihad dan Hari Pahlawan". Menurut Fajrul, jihad versi NU yang digelorakan Mbah Hasyim melalui Resolusi Jihad dan ditegaskan kembali dalam Muktamar NU Tahun 1946 adalah resolusi sikap NU terhadap pemerintahan yang telah disepakati. Resolusi Jihad NU adalah upaya mempertahankan kedaulatan negara.

“Jihad dalam NU tidak hanya terkait dengan kepentingan satu kelompok saja, tetapi juga terkait kepentingan sekelompok masyarakat lainnya yang lebih luas lagi,” katanya. Lebih dari itu, pakar hukum Universitas Gajah Mada ini mengingatkan, ajaran tentang jihad tidak hanya terkait persoalan fisik dan militer. Sementara ini pandangan umumnya masyarakat tentang jihad memang hanya terpaku pada peperangan dan kekerasan bersenjata. Jihad dalam versi lainnya yang lebih realistis saat ini adalah jihad kemanusiaan dengan menghormati hak-hak orang lain, dan berjuang menegakkan keadilan sosial. “Jihad bukan hanya persoalan fisik seperti ditunjukkan oleh sekelompok orang Islam saat ini. Mengajar, berdakwah dengan sungguh-sungguh, bahkan ibu yang sedang melahirkan itu pun jihad. Bahkan Nabi Muhammad dalam hadist yang sangat populer telah mengingatkan adanya jihad yang lebih besar, yakni jihad melawan hawa nafsu kita sendiri,” katanya. (NU Online)


Saturday, November 08, 2008

Gerakan “Pembonsaian” Ubudiyah Warga NU Dinilai Sudah Kritis


Gerakan propaganda sekelompok umat Islam yang menganggap bid’ah atau menyesatkan ubudiyah (tradisi peribadatan) warga Nahdlatul Ulama (NU) dinilai sudah berlebihan dan pada beberapa kasus sudah tidak bisa ditolelir. ”Fenomena pembonsaian ajaran Islam ala ahlussunnah wal Jamaah sebagaimana diamalkan oleh orang NU tidak bisa dianggap sepele dan sudah memasuki tahap kritis,” kata Pengasuh Pondok Pesantren As-Shidiqiyah KH Nur Muhammad Iskandar SQ saat memberikan taushiyah dalam acara pembukaan Halaqah dan Konferensi Besar IPPNU di halaman pesantren Asshidiqiyah Jakarta, Kamis (6/11). Kiai Nur menyontohkan, di Bogor ada satu stasiun radio bernama Ahlussunnah wal Jamaah. Namun dalam setiap siaran radio ini justru menganggap sesat beberapa hal dalam ajaran tersebut yang diyakini oleh warga NU. Bahkan beberapa ”orator” radio ini sampai mengkafirkan Imam Ghazali, ulama panutan warga NU di bidang ilmu dan ajaran tasawwuf.

Di beberapa tempat, lanjut Kiai Nur, juga muncul propaganda-propaganda lainnya separti gerakan anti tahlil (GAT), dan gerakan anti maulid (GAM). ”Lho ini maunya apa?” keluhnya. Sementara itu di sisi lain juga muncul beberapa versi ajaran Islam yang menyimpang dari apa yang telah diajarkan oleh para ulama dan salafus shalih. ”Ada juga yang sampai mengaku jadi Nabi. Ada orang yang namanya Lia Eden. Dia ini pernah pinjam uang sama saya tapi sampai sekarang tidak dikembalikan. Tapi dia mengaku mendapatkan wahyu dari Malaikat Jibril. Masa dapat wahyu kog utangnya nggak dibayar,” kata Kiai Nur disambut tawa hadirin.

Kepada para kader IPPNU dari seluruh wilayah di Indonesia Kiai Nur berharap pesantren bisa menjadi basis utama gerakan penerangan terhadap kesalahfahaman kelompok Islam yang benci terhadap ubudiyah warga NU serta meluruskan berbagai ajaran yang menyimpang. ”IPPNU saya harapkan menampung suara anak-anak pesantren. Gerakan ini hendaknya diawali dari pesantren,” kata pengasuh pesantren As-shidiqiyah yang kini mempunyai 9 cabang di seluruh Indonesia itu. Selain itu, kata Kiai Nur, pesantren yang menjadi basis utama warga NU adalah institusi kebudayaan dan pendidikan yang bisa memahami keanekaragaman. ”Tanpa pesantren yang mau memahami heterogenitas mungkin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tidak akan pernah lahir,” katanya. (NU Online)


Kang Said: Aswaja Tak Mengenal Terorisme


Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) sebagai paham dan ajaran keislaman yang dianut oleh organisasi NU mengajarkan umat untuk berlaku toleran dan meninggalkan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. “Ahlussunnah tidak mengenal kekerasan dan terorisme. Kita ini adalah umat yang modern, yang penuh toleran, dan moderat, agar menjadi contoh bagi umat yang lain,” katanya dalam acara silaturrahim IPPNU dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Jum’at (7/11). Dikatakan Kang Said, panggilan akrab KH Said Aqil Siradj, para ulama yang yang tergabung dalam NU berjuang membela tanah air sebagai bagian dari tugas agama. Maka tugas membangun Indonesia adalah tugas agama.

“Dulu ulama yang bersarung bercita-cita mendirikan negara darus salam (negara yang menyejahterakan), negara Indonesia, bukan darul Islam (negara Islam). Pada tanggal 22 oktober 1945 dikeluarkanlah fatwa Resolusi Jihad, bahwa membela tanah air sama dengan membela agama,” kata Kang Said. Acara silaturrahim dengan Ibu negara yang dihadiri Kang Said itu merupakan bagian dari agenda Halaqoh Pelajar dan Kenferensi Besar (Konbes) IPPNU yang diadakan di Jakarta selama empat hari, 6-9 November 2008. (NU Online)


Thursday, November 06, 2008

Waspada Kebangkitan Neo-Wahabi

Sejak bergulir Reformasi dapat kita tandai dengan adanya kebangkitan berbagai aliran gerakan. Tidak terkecuali Islam. Pada umumnya, gerakan-gerakan baru Islam ini mengusung faham Salafi. Tercatat sejumlah gerakan dalam aliran ini: Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad (LJ), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Komando Laskar Islam (KLI), Forum Umat Islam (FUI), dan lain-lain. Beberapa di antaranya sudah membubarkan diri. Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masuk kategori gerakan ini. Bagaimana pengelompokan ini didasarkan? Dalam tradisi Islam, aliran Salafi mengacu pada pandangan madzhab salaf. Karakteristik menonjol aliran ini, di antaranya, seruan kembali ke Al Qur’an dan Sunnah Nabi dengan kecenderungan penafsiran secara tekstual dengan mengabaikan konteks, dan semangat meniru generasi salaf al-shalih yang dielu-elukan sebagai masa paling ideal.

Ibnu Taymiah dikenal sebagai penggagas awal teologi Salafi. Istilah Salafi, bisa dikatakan, muncul sejak Ibnu Taymiah ini. Kata “salafi” merujuk ke generasi salaf al-shalih. Sepeninggal Ibnu Taymiah, teologi Salafi makin berkembang. Beberapa kurun selanjutnya, di tanah Najd, Semenanjung Arabia, Muhammad bin Abdul Wahab mengembangkan teologi Salafi dengan lebih spesifik dan makin tajam. Pengembangan teologi oleh Muhammad bin Abdul Wahab dikenal dengan aliran Wahabi. Bagi pengikut Wahabi, istilah ini terdengar kurang baik. Mereka lebih suka disebut pengikut Salafisme. Pada awal abad 20, pemikiran Ibnu Taymiah dan Muhammad bin Abdul Wahab, sedikit banyak, menjadi pemantik pemikiran Muhammad Abduh. Berangkat dari perpaduan ajaran Ibnu Taymiah dan pencarian Muhammad Abduh, gerakan salafi lantas dikembangkan dengan lebih tertata melalui gerakan Ikhwanul Muslimin. Tokoh paling penting pemberi warna ideologi gerakan ini adalah Sayyid Qutub. Di kalangan islamisis (pakar kajian keislaman), pemikiran Sayyid Qutub disebut dengan istilah Salafi Modern.

Di Indonesia, pemikiran-pemikiran Salafi dibawa oleh KH Ahmad Dahlan. Muhammadiyah berdiri. Organisasi ini menyebut dirinya sebagai persyarikatan kaum Puritan Islam. Untuk pertama kali, dalam disertasi doktornya, Deliar Noer menyematkan Muhammadiyah sebagai gerakan Modernis. Sebuah istilah, yang saya duga, untuk menstigma organisasi sejawatnya, Nahdlatul Ulama (NU) agar identik dengan gerakan kampungan. Hal menarik dari perjalanan Muhammadiyah, selama beberapa dasawarsa awal, organisasi ini lebih cenderung mengadopsi Salafisme Wahabi. Perubahan penting terjadi menjelang tahun 80-an beberapa saat setelah terjadi Revolusi oleh para mullah Syiah di Iran. Keberhasilan Revolusi Iran tahun 1979 menciptakan kegairahan baru dunia Islam. Dimana-mana orang menganggap bahwa Revousi ini adalah awal dari kebangkitan dunia Islam yang selama beberapa abad mengalami kemunduran. Muslim Indonesia tidak terkecuali. Meski Revolusi itu terjadi di Iran, tetapi Ikhwanul Muslimin, yang bersumber di Mesir, mendapat berkah. Ikhwanul Muslimin mendadak populer. Di Indonesia, terjemahan buku-buku Sayyid Qutub laris. Apa sebab? Bagi kalangan Muslim Indonesia, pemikiran Sayyid Qutub lebih bisa diterima, karena sama-sama Sunni. Selain itu, Sayyid Qutub mampu meramu pemikirannya dengan amat tertata. Bersamaan dengan tren ini, Muhammadiyah mengadopsi pemikiran Salafi Modern. Sebuah pemikiran yang lebih moderat dibanding Salafi Wahabi. Apa alasannya? Wahabi gampang menyalahkan dan membid’ahkan kaum Muslim yang tidak sepaham. Saya kurang sepakat dengan pendapat Karen Armstrong yang menyatakan bahwa Qutubisme (merujuk ke pemikiran Sayyid Qutub) lebih radikal dibanding Wahabi, seperti tulisannya di The Guardian, 11 Juli 2005. Yang lebih tepat, sebaliknya.

Pilihan Muhammadiyah ini tidak terlepas dari peran anak-anak muda kala itu. Kemunculan tokoh seperti Amien Rais, Kuntowijoyo, Syafi’I Maarif, Affan Ghafar, Syafiq Mughni, M Amin Abdulla, Abdul Munir Mulkhan, Moeslim Abdurrahman -–untuk menyebut beberapa nama saja-- adalah penanda kebangkitan Muhammadiyan baru. Di tangan mereka, Muhammadiyah menjadi organsisasi Islam moderat dan makin disegani. Diperkuat lagi dengan akomodasi politik Suharto dalam perlakuannya terhadap organisasi-organisasi Islam, dengan memanjakan organisasi Islam Puritan ini. Wajah keras Wahabisme di tangan mereka perlahan luntur. Apa buktinya? Perang TBC (Taqlid, Bid’ah & Churafat) yang selama bertahun-tahun menjadi agenda utama, perlahan-lahan mereda. Bahkan beberapa tahun lalu, sebagian warga Muhammadiyah mulai mempertanyakan keefektivan cara dakwah “keras” ini. Mereka mengusulkan dakwah kultural, yang tidak lagi dengan gampang menyebut orang lain bid’ah hanya karena berdakwah dengan pendekatan budaya setempat. Di tangan tokoh-tokoh moderat ini pemikiran Ikhwanul Muslimin tidak serta merta dijiplak utuh. Mereka membuang jauh-jauh ide pan-Islamisme, mengambil hanya sisi pemikiran gerakan sosialnya. Suatu saat, Amien Rais mengatakan: Tidak ada negara Islam.

Apakah usaha mereka berhasil? Selama beberapa dekade, iya. Namun, di tataran massa Muhammadiyah, kegandrungan pada pemikiran Sayyid Qutub tidak hanya terbatas pada pemikiran sosialnya, tetapi juga pada politisnya. Pada saat suara-suara warga ini tidak ditampung oleh elit-elit Muhammadiyah, mereka lebih memilih bermain di luar area. Gerakan usroh, tarbiyah, halaqah, dan sejenisnya, yang menjamur di lingkungan kampus dan masjid, merupakan bentuk luapan kegelisahan anak-anak muda dan suara protes tidak langsung. PKS berkembang dari gerakan protes ini. Di samping itu, kepulangan para veteran perang Afghanistan pasca kejatuhan Uni Soviet memberi warna baru. Persentuhan langsung dengan para pejuang dari negara lain selama perang pembebasan Afghanistan makin memperteguh Wahabisme mereka. Pengalaman tempur di medan perang menambah keyakinan bahwa otot dan senjata menjadi identitas baru. Sebuah identitas kekerasan.

Akan tetapi, sekembali mereka di Tanah Air, ide Wahabisme yang mereka bawa tidak diberi tempat oleh elit Muhammadiyah kala itu. Mereka lantas mendirikan atau berkumpul dalam organisasi-organisasi baru, seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia. Organisasi ini adalah diantara organsisasi yang menjadi pilihan warga Muhammadiyah yang menganggap organisasi ini terlalu lembek dalam menyuarakan kepentingan baru mereka. Bahkan, dalam kaitan dengan Syariat Islam, Muhammadiyah pernah dituduh sebagai banci oleh warganya yang radikal. Dulu, warga Muhammadiyah garis kanan, seperti Ali Imran, Amrozi, Ja’far Umar Thalib dan Abu Bakar Baasyir, tidak mendapat tempat di Muhammadiyah. (Ahmad Najib Burhani, Menebak Masa Depan Liberalisme di Muhammadiyah, Islam Progresif, message no. 1519). Mereka inilah Neo-Wahabi itu, gerakan Wahabi baru yang dipadu dengan kemampuan tempur yang dibawanya ke tengah-tengah masyarakat. Kini, sejak Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang, 3-8 Juli 2005, para veteran itu sudah kembali menguasai Muhammadiyah. Tokoh-tokoh moderat tersingkir. MUI pun sepertinya sudah mulai direngkuhnya. Apa indikasinya? Fatwa-fatwa keluaran MUI baru-baru ini terlihat memiliki kesan terwarnai oleh tangan-tangan Neo-Wahabi tersebut. Mereka mengagungkan teks secara berlebihan dengan mengabaikan konteks Mereka mudah membid’ahkan dan mensesatkan segala bentuk perbedaan. Gampang menyerbu bukan kelompok sepaham, tanpa toleransi. Gampang mencibir kalangan Islam yang bukan pengikut mati generasi salaf al-shalih. Kata-kata “bid’ah”, “kafir”, “musuh Islam”, “penghancur Islam dari dalam”, dan seterusnya, mudah menjadi ungkapan harian.

Dengan kebangkitan Neo-Wahabi ini, kita bisa menebak arah perjalanan Islam Indonesia ke depan. Wajah Islam Indonesia mulai memunculkan ketidak-ramahan. Akankah semua ini dibiarkan? (DutaMasyarakat)


Wednesday, November 05, 2008

Pangeran Charles Kunjungi Pesantren Krapyak


Pewaris tahta kerajaan Inggris Pangeran Charles, Selasa (4/11) kemarin berkunjung ke Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, untuk menyaksikan langsung suasana pesantren dan aktivitas belajar para santri di pesantren yang telah melahirkan banyak ulama itu. Pangeran Charles disambut oleh pengasuh pesantren KH Attabik Ali diiringi alunan suara rebana yang dibawakan sejumlah santri. Ia lantas diajak berkeliling ke berbagai fasilitas di pondok pesantren seperti laboratorium bahasa dan ruang komputer. Dalam acara penyambutan, sang pangeran sempat terlena dangan lantunan Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39-41 yang dibacakan oleh seorang santri. Ayat-ayat ini berisi tentang kerusakan muka bumi akibat perbuatan manusia.

“Makna ayat-ayat tersebut dapat mendorong manusia untuk melakukan kegiatan pelestarian alam dan menghindari kerusakan lingkungan,” katanya. Pangeran Charles memberikan apresiasi ajaran agama Islam yang mempunyai nilai-nilai pelestarian lingkungan. Sekretaris Ponpes Ali Maksum KH Khoirul Fuad mengaku tidak melakukan persiapan khusus untuk menyambut Pangeran Charles. "Kami tidak melakukan persiapan khusus. Beliau datang ke sini atas keinginan sendiri," katanya. Dengan kedatangan Pangeran charles ini, dia berharap bisa mengubah pandangan dunia barat selama ini yang menganggap pesantren sebagai tempat terbelakang dan berisi ajaran-ajaran fundamentalisme. Menurutnya, pandangan itu harus dihilangkan.

"Pangeran melihat bahwa santri di sini juga belajar komputer, Bahasa Inggris, dan menggunakan internet. Jadi pesantren juga mengikuti perkembangan zaman," ujarnya Pihak pesantren, Lanjut Khoirul, telah bekerjasama dengan kerajaan Inggris sejak dua tahun lalu. Program kerjasama dibingkai dalam program Training Education Head Master of Pesantren. Melalui program itu, Pesantren Krapyak mengirimkan tiga orang pengasuh pesantren untuk mengikuti pendidikan manajemen dan mengkampanyekan bahwa umat Islam Indonesia adalah umat inklusif dan bukan penganut paham fundamentalis. (NU Online)


Pangeran Charles Bertemu Sejumlah Tokoh Agama


Pangeran Charles melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh agama Indonesia dalam Konferensi Agama dan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta, Senin sore. Kehadiran Prince of Wales yang sebelumnya melakukan predential lecture di Istana Merdeka Jakarta dalam konferensi yang diikuti oleh tokoh agama dari sejumlah daerah di Indonesia itu hanya sekitar 15 menit. Ayah dari Pangeran William dan Harry itu tiba sekitar pukul 15.00 WIB dan disambut oleh Ketua PBNU Hasyim Muzadi, yang kemudian memperkenalkannya kepada sejumlah tokoh agama yang hadir, termasuk Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar. Charles yang sore itu mengenakan jas berwarna abu-abu dan kemeja biru muda terlihat berjabat tangan dan berbincang-bincang dengan para tokoh agama itu sebelum kemudian meninggalkan lokasi.

Konferensi Agama dan Lingkungan Hidup membahas kesiapan para tokoh agama untuk turut berperan serta menyebarluaskan pesan tentang bahaya perubahan iklim dan mengajak masyarakat di setiap lapisan guna melakukan mitigasi dan adaptasi. Dalam lawatannya ke Indonesia, Charles mengusung dua isu yaitu perubahan iklim dan dialog antarkepercayaan. Dalam uraiannya mengenai perubahan iklim, ia menilai dengan kondisi iklim yang semakin tidak bersahabat, termasuk perkiraan lima tahun mendatang bahwa puncak es akan lenyap sama sekali pada musim panas, maka Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi sangat rawan atas ancaman itu. "Naiknya permukaan laut telah menimbulkan dampak bagi banyak pemukiman penduduk di daerah pantai di Pulau Jawa serta tempat lainnya yang terkena dampaknya adalah produktivitas perikanan dan pertanian," katanya.

Charles mengatakan, masalah perlindungan dan konservasi hutan tropis yang dihadapi Indonesia tidaklah mudah. Karena itu ia menyerukan negara-negara maju agar memberikan insentif yang tepat bagi negara-negara berhutan tropis. Ia juga mengatakan tujuan akhir semua usaha konservasi hutan tropis dan juga pengurangan efek rumah kaca adalah menciptakan lingkungan yang baik bagi manusia pada masa yang akan datang. Pada kesempatan itu , Charles juga diperkenalkan kepada mantan Menteri Agama era Presiden Abdurrahman Wahid, Tholchah Hasan, Sekretaris Jenderal PBNU Endang Turmudi, dan perwakilan NU yang mengurusi isu kehutanan dan lingkungan Anas Thahir. Pada Senin (3/11) Charles juga melakukan kunjungan ke pemakaman umum Menteng Pulo, Jakarta dimana sejumlah warga dan serdadu Inggris dimakamkan. Mereka rata-rata adalah korban perang melawan Jepang di tahun 1942. Di pemakaman itu Charles meletakkan karangan bunga dan mengheningkan cipta sejenak sebagai bentuk penghormatan.

Charles juga melakukan kunjungan ke Museum Nasional Jakarta. Pada kunjungan itu putra sulung Ratu Inggris Elizabeth II diterima oleh Direktur Museum Nasional Retno Sulistianingsih dan Direktur Koleksi Arkeologi Ekowati Sundari. Charles yang dalam kunjungan keduanya ke Indonesia ini tidak didampingi oleh istrinya, Putri Camilla, menyaksikan sejumlah artefak di ruang depan, halaman ruang Jawa, Ruang Sumatra dan penampilan gamelan Jawa selama kunjungannya ke Museum Nasional. Pada Selasa (4/11) Pangeran Charles dijadwalkan berangkat ke Yogyakarta untuk bertemu Sri Sultan Hamengkubuwono X, mengunjungi Candi Borobudur dan salah satu pesantren ternama di Krapyak Yogyakarta. Ia dijadwalkan meninggalkan Indonesia melalui Jakarta pada Rabu (5/11) pagi. Charles pernah berkunjung ke Indonesia pada 1989. Saat itu, ia didampingi istrinya (ketika itu) Putri Diana. (Republika)


Kajian Islam Jangan Keluar dari Tradisi Rasulullah


Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni menegaskan, suatu kajian Islam seharusnya selain memenuhi persyaratan akademik, juga tidak keluar dari tradisi pengamalan Islam yang memancar dari kehidupan Rasulullah. "Kajian Islam mestilah memenuhi persyaratan akademik dan tidak keluar dari tradisi pengamalan Islam yang memancar dari kehidupan Rasulullah serta para pendahulu yang saleh," kata Menag saat memberi sambutan pada pembukaan Annual Conference on Islamic Studies VIII di Palembang, Senin malam, yang dikutip dari siaran pers Depag, Selasa. Dikatakan Menag, dalam acara yang dihadiri Gubernur Sumsel Mahyudin NS, Rektor IAIN Raden Fatah Afiatun Mochtar dan Dirjen Pendidikan Islam Mohammad Ali itu, saat ini terlihat ada dua sikap ekstrim dalam pengamalan Islam.

Di satu pihak, terdapat pengamalan yang didasari pemahaman yang sangat bebas terhadap Islam. Di pihak lain, terdapat pengamalan yang didasarkan atas emosi keagamaan dan kepatuhan kepada tokoh agama. Perguruan tinggi agama Islam (PTAI), ujarnya, semestinya dapat meluruskan kedua kecenderungan yang berseberangan ini. Caranya adalah menemukan rumusan ajaran Islam yang didasari pada pertimbangan nalar yang cukup, sekaligus dibangun di atas jatidiri keislaman yang tidak menyimpang dari kebenaran.

Kebebasan dalam melakukan pengkajian dan keterbukaan terhadap temuan-temuan baru, kata Menag, tidak dapat dilepaskan dari kerja akademik yang dibatasi oleh tanggung jawab PTAI terhadap umat Islam. "PTAI merupakan sarana untuk mempersiapkan generasi muda Islam dalam memasuki kehidupan modern agar tidak kehilangan arah," kata Menag. Dia berharap, melalui konferensi ini lahir gagasan-gagasan penting tentang kajian Islam yang benar-benar meningkatkan daya saing bangsa dan tidak memunculkan masalah, misalnya konflik internal agama yang mungkin akan membuat bangsa ini terpecah-belah dan tak mampu bersaing.

Menurut Menag, kajian terhadap Islam perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap Islam itu sendiri, termasuk menggali nilai-nilai Islam untuk meneguhkan kepribadian muslim di tengah-tengah membanjirnya berbagai keyakinan, ideologi, dan aliran baru. Kajian Islam juga bertujuan, kata Menag, untuk memperbaiki metode penyampaian pesan-pesan Islam, terutama dalam keadaan yang terus berubah. "Masih banyak dari ajaran Islam yang memerlukan cara baru dalam penyampaiannya sehingga dapat dimengerti oleh orang yang mendengar dan membacanya," katanya. (NU Online)

Pemerintah Kejar Pembuat Situs Ancaman Amrozi CS


Pemerintah akan menindak tegas pembuat situs ancaman terhadap Presiden dan para pejabat negara lainnya seraya menyebut para pengancam pembunuhan itu sebagai perbuatan melanggar undang-undang. Ancaman atas nama Amrozi Cs ini dilihat situs http://foznawarabbilkakbah.com/. Nama Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi juga disebut khusus dalam surat itu sebagai tokoh yang “wajib diperangi dan dibunuh” karena mendukung eksekusi mati Amrozi Cs. Juru bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng, di Kantor Kepresidenan, Jakarta Selasa (4/11) menyatakan, para pembuat dan penyebar situs ancaman tersebut, akan diberi sanksi sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan.

"Hal-hal semacam ini tentu saja akan kita atasi dan mereka yang melakukan hal-hal semacam itu akan kita kejar. Itu tugasnya aparat negara, kepolisian, dan sebagainya untuk mengejar mereka," tutur Andi. Selain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ancaman juga ditujukan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jaksa Agung Hendarman Supandji, serta Menteri Hukum dan HAM Andi Matallatta dalam poin keempat surat yang juga ditulis dalam bahasa Arab dan Inggris itu. Sementara KH Hasyim Muzadi disebut khusus dalam poin kelima. Andi menuturkan, membuat dan menyebarkan situs ancaman pembunuhan adalah perbuatan terorisme dan negara tidak boleh kalah dari perbuatan terorisme.

Sementara itu KH Hasyim Muzadi sendiri hanya terkejut mendengar ancaman itu. “Masyaallah,” katanya. Namun dirinya enggan berkomentar. "Biarkan saja. Saya no comment saja," katanya singkat. (NU Online)


KH Hasyim Muzadi Diancam Dibunuh oleh Amrozi


Bukannya meminta maaf atas segala kesalahan yang dibuat, Amrozi Cs yang saat ini sedang menunggu eksekusi mengancam sejumlah tokoh yang dianggapnya mendukung proses eksekusi ini, termasuk Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Ancaman Amrozi Cs ini dilihat situs http://foznawarabbilkakbah.com/ dengan sejumlah nama yang menjadi target seperti SBY, JK, Andi Matalatta, Hendarman Supandji serta para hakim yang terlibat dalam proses keputusan itu. Nama KH Hasyim Muzadi disebut dalam butir ke empat karena dianggap mendukung eksekusi dan dianggap menjual NU, entah mengapa tiba-tiba Amrozi menyebut-nyebut nama NU, padahal ia jelas-jelas bukan dari kelompok nahdliyyin.

Surat bertanggal 5 Agustus 2008 tersebut dibuat dalam tiga bahasa, Inggris, Indonesia dan Arab, bahkan dalam versi Arab dan Inggrisnya ada tempelan original. Surat yang diklaim asli tersebut ditulis dengan rapi dan dengan tata bahasa Inggris dan Arab yang bagus. Sejak kapan Amrozi Cs bisa berbahasa Arab dan Inggris dengan sedemikian baik, dan tampilan surat yang kelihatan rapi dan mulus tanpa lipatan-lipatan kecil agar bisa dikeluarkan dari penjara dengan penjagaan ketat ini menujukkan bahwa surat ini patut dipertanyakan keasliannya.

Sejauh ini, kantor PBNU, tempat KH Hasyim Muzadi beraktifitas tidak mendapatkan pengamanan yang ketat, hanya terdapat dua orang satpam yang menjalankan tugas di depan. Para tamu juga diizinkan memasuki gedung berlantai 8 ini dengan bebas. Ketua PBNU Andi Jamaro Dulung yang juga mantan Komantas Satkornas Banser Dr Andi Jamaro Dulung mengaku tidak gusar dengan ancaman ini. "Pak Hasyim cukup dijaga Allah," katanya. (NU Online)


Sunday, October 26, 2008

Mewaspadai gerakan Politik Islam Radikal Hizbut Tahrir Indonesia


Kalimatu l’Haq, uridu biha l’bathil. Kalimatnya benar, tetapi digunakan untuk tujuan yang tidak benar. Pepatah itu mungkin dapat mewakili penjelasan terhadap maraknya fikrah (pemikiran) dan harakah (gerakan) yang mengatasnamakan Islam. Salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), kelompok Islam garis keras yang saat ini sedang mempropagandakan paham ajarannya kepada masyarakat, termasuk warga NU hingga ke desa-desa. Bagaimana gerakan ini muncul dan didirikan? Apa misi yang diembannya, serta apa saja penyimpangan yang harus diwaspadai? Tulisan ini dimaksudkan sebagai pembinaan internal terkait pembentengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah terhadap warga dan pengurus Nadhlatul Ulama’.

Hizbut Tahrir Indonesia merupakan bagian dari jaringan internasional Hizbut Tahrir yang didirikan pada tahun 1953 di Jerussalem. Pendirinya adalah Taqiyuddin Al-Nabhani bersama para koleganya yang merupakan sempalan dari organisasi Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Mesir. Al-Nabhani sendiri adalah lulusan Al-Azhar Mesir yang berprofesi sebagai guru sekolah agama dan hakim. Ia berasal dari Ijzim, Palestina Utara. Hizbut Tahrir menahbiskan dirinya sebagai partai politik dengan Islam sebagai ideologinya dan kebangkitan bangsa Islam sebagai tujuannya. Meskipun selalu mengusung nama Islam, syari’ah dan dakwah, namun secara tegas, mereka mengatakan bukan sebagai organisasi kerohanian (seperti jam’iyyah thoriqoh), bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga pendidikan dan bukan pula lembaga social kemasyarakatan (Brosur HTI: Mengenal Gerakan Dakwah Internasional Hizbut Tahrir, DPP HTI, Jakarta, 2007). Hal ini jelas berbeda dengan Nahdlatul Ulama yang ditegaskan sebagai jam’iyyah diniyyah-ijtima’iyyah (organisasi keagamaan-kemasyarakatan) dan bukan organisasi politik.

Sistem keanggotaan merupakan ciri khas dari organisasi ini. Untuk mencapai tujuannya, para pemimpin organisasi ini mengambil bahan-bahan ideologis, yang mengikat anggotanya. Pada pelajar sekolah menengah, mahasiswa, serta para sarjana mendominasi latar belakang anggota organisasi ini. Namun tahun-tahun belakangan, organisasi ini telah menyebarkan target rekrutmen anggota ke masyarakat umum, khususnya pedesaan, termasuk kepada anggota dan warga Nahdlatul Ulama’. Modus penyebaran dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengenalan, penyebaran dan pembai’atan (indoktrinasi) ide-ide dan pemikiran Hizbut Tahrir kepada masyarakat umum. Untuk menyebarkan itu, mereka giat mencetak dan menyebarkan media informasi yang dibagikan secara gratis dan berkala sebagaimana Buletin Dakwah Al-Islam yang disebarkan ke masjid-masjid, organisasi keagamaan dan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka juga mengadakan kajian (halaqah) di masjid-masjid yang sudah berhasil ‘dikuasai’ dengan menampilkan tema-tema yang sekilas luhur sebagamana Khilafah Islamiyah, Penjajahan Bangsa Melalui Perempuan, dan sebagainya.

Selain itu, mereka aktif merekrut kader-kader militan yang tersebar hingga di kecamatan bahkan desa sebagai ‘agen’ penyebaran ide baik melalui pamflet, bulletin dan majalah maupun penjelasan langsung door to door. Mereka juga memiliki media umum, sebagaimana majalah bulanan Al Wa’ie, hingga situs internet www.hizbut-tahrir.or.id dan www.al-islam.or.id. Dalam media-media mereka, kerap mengusung slogan-slogan indah, sebagaimana dakwah Islam, khilafah Islamiyah, Kembali ke Syari’at Islam dan Menerapkan Islam Secara Menyeluruh (Islam Kaffah). Dengan berbungkus slogan tersebut, ternyata mereka banyak menuai simpati, khususnya dari warga yang tidak teliti melihat gerakan ini.

Gerakan Islam Politik-Radikal

Hizbut Tahrir adalah salah satu di antara paket fikrah (pemikiran) dan harakah (gerakan) Islamiyah mutakhir luar negeri yang masuk ke Indonesia dalam kurun dasa warsa terakhir. Dari gerakannya, jelas sekali mereka muncul dan terbentuk dari situasi politik dan perkembangan Islam di Timur Tengah, khususnya konflik Arab-Israel serta semangat anti Barat dan Amerika. Ketertindasan Islam di daerah konflik timur tengah khususnya di Palestina cukup mendorong mereka untuk membentuk pemerintahan islam internasional, yang sering disebut-disebut dengan istilah Khilafah Internasional. Dengan asumsi tersebut, maka seluruh umat Islam di seluruh dunia harus dimobilisasi untuk mendukung khilafah yang nantinya akan dipimpin oleh khalifah yang akan diangkat sebagai pemimpin Islam.

Mereka menganggap kaum muslimin saat ini hidup di alam darul kufur (Negeri Kafir) hanya karena diterapkannya hukum-hukum Negara yang tidak berdasarkan Islam. Kondisi ini mereka rumuskan dengan cara menganalogkan secara sempit dengan periode Nabi SAW ketika di Makkah. Sebagai contoh, untuk Indonesia, mereka menganggap UUD 1945 dan Pancasila sebagai bagian dari hukum-hukum kufur yang oleh karena itu harus diganti, baik konstitusi dan Dasar Negara maupun pemerintahannya. Misi inilah yang berlawanan dengan Nahdlatul Ulama’ sebagai jam’iyyah yang telah berhasil mengislamkan Indonesia sejak era walisongo. Dakwah NU lebih mengarah kepada pelaksanaan syari’at Islam bagi warganya dan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Lihat Maklumat Nahdlatul Ulama Keputusan Konferensi Besar NU Tahun 2006). Bahkan melalui Muktamar NU pada tahun 1935 di Banjarmasin, NU telah menyatakan Indonesia (yang waktu itu masih dikuasai oleh penjajahan Belanda) sebagai Darul Islam (Negara yang dihuni oleh ummat Islam) dimana ada kebebasan bagi warganya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan aturan syari’at Islam, tanpa harus mempermasalahkan struktur negara.

Sebaliknya, pandangan radikal Hizbut Tahrir memaksa mereka untuk selalu memandang struktur Negara (politik) sebagai tujuan. untuk merealisasikan misinya, mereka menetapkan tiga tahapan yang bila diamati dapat dikatagorikan sebagai sebuah gerakan kudeta berbungkus Islam terhadap pemerintahan yang sah. Dimulai dengan tahapan pembinaan dan pengkaderan (Marhalah At-Tatsqib) yang diambil dari mereka para simpatisannya, kemudian dilanjutkan tahapan berinteraksi dengan ummat (Marhalah Tafa’ul Ma’al Ummah). Kalau dua tahap itu berhasil mereka lampaui, barulah disiapkan tahapan ketiga, yakni pengambilalihan kekuasaan (kudeta), yang dikemas dalam bahasa Marhalah Istilam Al-Hukm. Jelas sekali, organisasi ini murni organisasi politik yang berorientasi kepada kekuasaan (walaupun dikemas dengan tema khilafah Islamiyah) sehingga tidak dapat disejajarkan dengan jam’iyah diniyyah-ijtima’iyyah sebagaimana Nahdlatul Ulama’.

Penyimpangan Ajaran dan Aqidah

Untuk mendukung misi politiknya, maka Hizbut Tahrir menggunakan pemahaman syar’I yang dapat mendukung membenarkan langkah-langkah politiknya. Salah satunya, mereka selalu mendesak kaum Muslim untuk berijtihad dalam mengkaji syari'at secara terus menerus. Mereka juga meniadakan semua bentuk ijma' (konsensus) kecuali ijma' para sahabat Nabi saw, dan menolak illat (alasan rasional) sebagai dasar bagi qiyas (analog). Publikasi utama organisasi ini antara lain adalah Al-Takattu al-Hizbi (Formasi Partai), Al-Syakhsiyah al-Islamiyah (Cara Hidup Islam), Nidhom al-Islam (Tatanan Islam), Mafahim Hizbu al-Tahrir (Konsep-Konsep Partai/Organisasi Pembebasan Islam), Nidhomu al-Hukmi fi al-Islam (Sistem Pemerintahan Dalam Islam), Nadharat Siyasiyah li Hizbi al-Tahrir (Refleksi-Refleksi Politis Partai Pembebasan Islam), dan Kaifa Hudimat al-Khilafah (Bagaimana Kekhilafahan Dihancurkan).

Menurut kesaksian seorang ulama’ Ahlus sunnah wal jama’ah, yakni Syech Muhamad Abdullah al-Syiby al-Ma'ruf bi al-Habasyi dalam kitabnya Al-'Aroh al-Imaniyah fi Mafasid al-Tahririyah, dikatakan Pendiri organisasi ini telah mengaku sebagai mujtahid mutlak dan melakukan penyelewengan terhadap ayat-ayat al-Qur'an dan hadits, serta mengingkari ijma' di berbagai persoalan pokok agama dan persoalan furu' agama. Syech Muhammad juga dapat membuktikan beberapa kebathilan aqidah Hizbut Tahrir dari sisi ajaran dengan mengutip kitab mereka, yakni Kitab Syakhsiyah Islamiyah. Dalam juz l hal 71-72, disebutkan: Dan semua perbuatan manusia ini tidak ada campur tangan qodlo' (kepastian) Allah. Karena setiap manusia dapat menentukan kemauan dan keinginannya sendiri". Lebih lanjut pada halaman 74 tertulis: "Maka mengkaitkan pahala atau siksa Allah dengan hidayah atau kesesatan menunjukkan bahwa hidayah atau kesesatan adalah perbuatan manusia sendiri bukan dari Allah swt ".

Pendapat sebagaimana dalam kitab mereka merupakan pendapat kaum Qodariyah. Sementara qadariyah adalah salah satu firqah yang menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal jama'ah, karena bertentangan dengan al-Qur'an dan hadits. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya beliau berkata: "Sesungguhnya perkataan kaum Qodariyah adalah kufur." Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz dan Imam Malik bin Anas dan Imam Awza'I: "Sesungguhnya mereka itu diminta untuk bertobat, jika tidak mau maka dibunuh." Diriwayatkan dari Ma'mar, dari Thowus, dari ayahnya: Sesungguhnya seorang laki-laki telah berkata kepada Ibnu Abbas: “Banyak orang mengatakan perbuatan buruk bukan dengan qodar (kepastian) Allah swt.” Maka Ibnu Abbas menjawab: “Yang membedakan aku dengan pengikut Qodariyah adalah ayat ini: (sambil membacakan Al Qur’an Surat Al An’am ayat 149, yang artinya) “Katakanlah: Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya"..

Hizbut Tahrir juga tercatat pernah berfatwa tentang pergaulan yang bertentangan dengan konsep makarimal akhlaq. Dalam salah satu edaran fatwanya, tahun 1969 mereka menulis: Tidak haram hukumnya berjalan dengan tujuan akan berzina atau berbuat mesum dengan seseorang. Yang tergolong maksiyat adalah perbuatannya".

Selanjutnya, dalam edaran fatwa Hizbut Tahrir tertanggal 24 Rabi'ul awal 1390 H, pemimpin mereka menghalalkan berciuman meskipun disertai dengan syahwat. Sementara Dalam edaran fatwa tanggal 8 Muharam 1390 H, ditulis: Dan barang siapa mencium orang yang baru tiba dari bepergian, baik laki-laki atau perempuan, serta tidak untuk bermaksud melakukan tujuan zina, maka hukumnya adalah halal".

Bukan itu saja, dalam hal penetapan hokum syar’i, mereka cenderung ceroboh dan menganggap enteng. Dalam kitab Al-Tafkir hal. 149, dijelaskan: Sesungguhnya apabila seseorang mampu menggali hukum dari sumbernya, maka telah menjadi mujtahid. Oleh karenaya, maka menggali hokum atau ijtihad dimungkinkan bagi siapapun, dan mudah bagi siapaun, apalagi setelah mempunyai beberapa kitab lughot (tata bahasa arab) dan fiqh Islam". Perkataan ini mengesankan terbukanya kemungkinan untuk berijtihad meskipun dengan modal pengetahuan yang sedikit. (NU)

Syi'ah Berbeda dengan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


Asal-usul Syiah
Syiah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan. Sedangkan dalam istilah Syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak pemerintahan Utsman bin Affan yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, lalu Abdullah bin Saba’ mengintrodusir ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca: imamah) sesudah Nabi saw sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib karena suatu nash (teks) Nabi saw. Namun, menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke Madain. Aliran Syi’ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang pada abad ke-2 hijriyah dan abad-abad berikutnya.

Pokok-Pokok Penyimpangan Syiah pada Periode Pertama:

1. Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib ra.

2. Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa)

3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.

4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.

5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.

6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut

7. Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237)

8. Pada abad ke-2 hijriyah, perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.


Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah Secara Umum:

1. Pada Rukun Iman:

Syiah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qadha dan Qadar- yaitu: 1. Tauhid (keesaan Allah), 2. Al-’Adl (keadilan Allah) 3. Nubuwwah (kenabian), 4. Imamah (kepemimpinan Imam), 5.Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan). (Lihat ‘Aqa’idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll).


2. Pada Rukun Islam:

Syiah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu: 1.Shalat, 2.Zakat, 3.Puasa, 4.Haji, 5.Wilayah (perwalian) (lihat Al-Khafie juz II hal 18).


3. Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah, ditambahi atau dikurangi dari yang seharusnya, seperti: “wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina FII ‘ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mitslih (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417). Ada ta mbahan “fii ‘Aliyyin” dari teks asli Al-Qur’an yang berbunyi: “wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fa`tu bi shuratim mim mits lih” (Al-Baqarah:23). Karena itu mereka meyakini bahwa: Abu Abdillah a.s (imam Syiah) berkata: “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril a.s kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy):


1. Syi’ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi saw, mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244)

2. Syi’ah menggunakan senjata “taqiyyah” yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil Ushul Juz II hal.217)

3. Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.

4. Syi’ah percaya kepada Al-Bada’, yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman Ismail (yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja’far As-Shadiq, tetapi kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga).

5. Syiah membolehkan “nikah mut’ah”, yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri. (NU)




Hasyim Muzadi: Capres Harus Berkualitas Unggul


Terkait maraknya berbagai penjaringan caloN presiden dan wakilnya (capres/Cawapres) yang dilakukan partai-partai politik akhir-akhir ini, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mengharapkan agar partai-partai tidak menafikan kualitas kepemimpinan tokoh-tokoh yang mereka jaring. "Partai-partai harus mengedepankan kualitas kepemimpinan capres atau cawapres, bukan sekedar menawarkan kendaraan politik kepada mereka yang ingin menjadi presiden saja," katanya seusai membuka Musyawarah Kerja dan manakib Kubro IV Jamiyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh An-Nahdliyah (JATMAN) Idaroh Wustho Jawa Timur, di RS Nahdlatul Ulama Tuban, Sabtu (25/10).

Hasyim juga mengharapkan, para capres dan cawapres yang nantinya dapat maju dalam pencalonan memiliki kualitas yang mampu mengangkat rakyat Indonesia dari keterpurukan. selain itu, mereka juga harus serius menangani pemerintahannya dengan sepenuh kemampuan, bukan sekedar memanipulasi laporan kebijakan agar nampak sukses memimpin dengan stabil. Menurut Kyai Hasyim -sapaan akrabnya, dibutuhkan strategi yang handal dalam berbagai level pemerintahan dan masyarakat jika bangsa Indonesia ingin keluar dari keterpurukannya selama ini.

Lebih lanjut, Kyai Hasyim menilai belum ada upaya-upaya serius yang dilakukan oleh calon-calon pemimpin bangsa dalam memperbaiki kondisi masyarakat. "Saya tidak melihat adanya usaha-usaha yang serius untuk memperbaiki kondisi bangsa ini, mereka hanya ingin menarik simpati rakyat semata untuk mendongkrak popularitas dan mendukung pencalonan mereka saja," tandasnya. (NU)

Thursday, October 16, 2008

Gus Mus Tak Suka Bergaul dengan Manusia


Pengasuh Pesantren Raudlotuth Thalibin, Rembang, Jawa Tengah KHA Mustofa Bisri (Gus Mus) mengaku tak suka bergaul dengan manusia. Apa ini berarti kalau ia suka bergaul dengan jin dan sejenisnya? Tentu saja tidak, ia hanya sedikit berseloroh. “Bergaul dengan Allah itu lebih enak karena Allah memiliki lembaga pengampunan banyak sekali, seperti salat, zakat, dan puasa,” katanya saat berhalalbihalal di kampus ITS Surabaya, Senin (13/10). Menurutnya, manusia hanya memberi kesempatan minta maaf setahun sekali pada setiap halalbihalal. Itu pun sulit, padahal kalau datang kepada Allah dengan bertronton-tronton dosa akan diampuni, tetapi kalau dengan manusia belum tentu.

Di hadapan sekitar 1.000 sivitas akademika ITS Surabaya itu, alumnus Pesantren Lirboyo Kediri dan Pesantren Al Munawwar Krapyak Yogyakarta itu menyindir pemimpin saat ini yang hanya setahun sekali meminta maaf, padahal dosa-nya “bejibun”. “Pemimpin itu sering tidak memanusiakan manusia. Kalau Allah justru memanusiakan manusia sehingga hobi memberi ampun, tetapi pemimpin justru hanya memanusiakan manusia saat menjadi calon, sedangkan kalau sudah jadi pemimpin sulit minta maaf,” katanya. Padahal, kata alumnus Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu, sikap yang suka menyakiti atau merampas hak orang lain akan menjadi ganjalan jalan seseorang menuju surga.

Meski kita sering puasa dan ibadah segala macam kepada Allah SWT kalau masih suka menyakiti atau merampas hak orang lain tetap akan terganjal ke surga. Kalau dengan Allah justru dijamin tidak ada masalah,” katanya. Barangkali, hal itu yang membuat Gus Mus yang juga budayawan itu melihat tradisi halalbihalal itu adalah kebutuhkan untuk melebur kesalahan kepada orang lain agar dapat dimaafkan. “Halalbihalal sendiri merupakan tradisi khas Indonesia, tetapi baik untuk dilestarikan. Ibaratnya, halal itu bahasa Arab, tetapi kalau halalbihalal nggak ada dalam kamus bahasa Arab, karena merupakan hasil rakitan Indonesia,” ujarnya tersenyum. (GP Ansor)

Tradisi Halalbihalal Jangan Dianggap Bid’ah


Tradisi halalbihalal atau maaf-memaafkan saat Hari Raya Idul Fitri merupakan hal yang baik dan perlu terus dilestarikan. Meski tak diajarkan dan tak pernah ada saat zaman Rasulullah Muhammad, tradisi itu janganlah dianggap bid’ah (mengada-ada dalam beribadah). Demikian dikatakan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, KH Mughni Labib, pada Halalbihalal Keluarga Besar Departemen Agama Kecamatan Brebes di Aula Madrasah Ibtidaiyah Negeri Brebes, Senin (13/10) lalu. Ia menjelaskan, jika segala sesuatu yang baru, terutama yang berkaitan dengan ritual beribadah, maka semua yang ada di dunia ini juga bid’ah. Karena itu, sepanjang tradisi tersebut memiliki nilai kebaikan dan manfaat bagi umat, maka harus dilestarikan.

Kegiatan masyarakat, lanjutnya, banyak yang tidak ada dalil dan tuntunannya. Di era sekarang, ritual semacam tahlil dan qunut sebagai cara pendekatan kepada Allah dan Rasulullah, mestinya harus terus dikembangkan. Lewat tahlil akan selalu terjalin komunikasi, baik kepada ahli kubur maupun antar tetangga. Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa pasca-Lebaran, bukan berarti pasca berbuat baik, tapi seharusnya sebagai tindak lanjut dari pelatihan ibadah selama Ramadhan. “Setelah pelatihan, yang kita lihat, malah tidak memenuhi target menuju takwa,” gugatnya. Setidaknya, sambung Kiai Mughni, pasca-Ramadhan, pikiran, perkataan dan perbutan bisa mencerminkan ciri-ciri seorang yang bertakwa. Antara lain, mampu memanfaatkan harta pada jalan Allah, seperti, bersedekah, mampu menahan hawa nafsu, suka memaafkan dan senantiasa berbuat baik kepada sesama. (NU)

Guru Pesantren Dilatih Tangani Narkoba


Penyalahgunaan narkoba, terutama di kalangan remaja sungguh telah menyebabkan keprihatinan kita semua. Banyak masalah yang dapat ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkoba baik dampaknya terhadap individu itu sendiri, masyarakat dan negara. Data di Rumah Sakit Ketergantungan Obat saat in menunjukkan bahwa pengguna terbanyak berusia antara 15-29 tahun yang merupakan bagian dari anak bangsa. Kondisi ini mengundang keprihatinan dari Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPKNU) sebagai lembaga yang berdiri di bawah naungan Nahdlatul Ulama memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan anak bangsa dari ancaman dan kekejaman narkoba.

Kali ini LPKNU, menghimpun beberapa pesantren yang merupakan basis kekuatan umat Islam dalam mengemban amanat ketuhanan sebagai khalifah di muka bumi dengan menyelenggarakan Pelatihan Peningkatan Skill (Training on Enhancing Life Skill) dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya narkoba bekerjasama dengan The Colombo Plan. Kegiatan ini diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta pada 13-17 Oktober 2008. “Anak bangsa saat ini akan menentukan kemajuan dan kemunduran bangsa, agama dan negara akan datang. Dengan demikian telah menjadi kewajiban seluruh elemen umat manusia untuk dapat menyelamatkan anak bangsa dari penyalahgunaan narkoba,” Kata dr Wan Nedra Komaruddin, wakil ketua LPKNU kepada NU Online, Selasa (14/10).

Mereka yang dilatih meliputi 30 orang guru pesantren, meliputi guru biologi atau IPA, guru kurikulum serta perwakilan dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Aman NU. “Orang yang sangat berperan kepada generasi muda selain orang tua adalah guru,” katanya memberikan alasan. Para guru tersebut nantinya diharapkan mampu memberikan pengetahuan dalam hal konsekuensi penyalahgunaan narkoba sehingga bisa mencegah para murid menghindari barang haram ini. Para konsultan pelatihan narkoba yang berasal dari Colombo Plan juga akan melakukan kunjungan ke pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta yang sudah memiliki program penanganan Narkoba di sana. (NU)

Akhlak harus Diutamakan dalam Pencegahan Pornografi


Pencegahan pornografi dan pornoaksi yang saat ini semakin marak harus dimulai dari aspek akhlak atau moralitas dari masing-masing individu serta memberi pemahaman yang benar tentang aturan syariat Islam. Demikian dikatakan oleh KH Said Agil Siradj Selasa (14/10) terkait dengan penolakan sejumlah daerah dalam sosialisasi rancangan undang-undang pornografi seperti yang terjadi di propinsi Bali dan Sulawesi Utara. “Dalam Al Qur’an, ayat-ayat yang berbicara tentang jilbab hanya satu, kebanyakan berbicara tentang moralitas dalam Islam,” tuturnya. Dijelaskannya, kemampuan dalam melaksanakan syariat berbeda dengan penolakan terhadap syariat itu sendiri. “Orang yang tidak menutup aurat tetapi masih merasa salah berbeda dengan orang yang memang yakin bahwa menutup aurat memang tidak perlu,” tagasnya.

Sejumlah kalangan yang menolak keberadaan RUU ini beranggapan bahwa pengesahannya akan menimbulkan redundansi atau pengulangan karena materi pornografi sudah diatur dalam UU yang lain seperti UU Pidana, UU Pers dan lainnya. Sementara itu fihak yang pro beranggapan pornografi saat ini bukan lagi sekedar masalah adat atau kebiasaan dari masyarakat tertentu, tetapi sudah menjadi sebuah industri yang menguntungkan bagi kelompok tertentu. Untuk menyatukan persepsi, proses sosialisasi ini masih terus dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. (NU)

Sunday, October 12, 2008

Islam yang Ajarkan Kekerasan Justru Lebih “Diminati”


Islam sejatinya adalah agama yang mengajarkan perdamaian serta membawa kemanfaatan bagi seluruh alam. Namun, khususnya di Indonesia, belakangan berkembang fenomena bahwa Islam yang mengajarkan kekerasanlah yang justru lebih “diminati”. Demikian dikatakan Dr Syahiron Syamsuddin, Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada Halalbihalal Intelektual Muda NU di Pondok Pesantren Khatulistiwa Kempek, Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, belum lama ini. ”Sekarang ini, paham keagamaan yang keras malah dicap sebagai Islami. Yang bukan Islam lalu dikesankan Islami. Islam damai yang merupakan nilai sejati Islam, malah dikira tidak Islami,” kata Syahiron pada acara yang digelar Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama (NU) Cirebon itu.

Ia menceritakan, di sejumlah tempat, paham Islam garis keras itu sudah mulai “mewabah”. Misal, khotbah salat Jumat tentang Islam sebagai rahmatan lil alamin, justru tak digemari, meski ada pula mengapresiasi. Pengasuh Pesantren Arjawinangun, Cirebon, KH Husein Muhammad, yang juga hadir pada kesempatan itu, mengungkapkan hal senada. Ia mengaku sering mendapat pengaduan dari warga bahwa beberapa musholla di daerahnya mulai dikuasai kelompok Islam garis keras.

(mereka adalah) kelompok yang men-bid’ah-kan (baca: mengada-ada dalam beribadah) tahlil, qunut dan tradisi-tradisi orang-orang NU lainnya,” terang Anggota Komisi Nasional Perempuan itu, seperti dilaporkan Kontributor NU Online, Ali Mursyid. Menurut KH Syarif Ustman Yahya, Pengasuh Pesantren Kempek, Ciwaringin, Cirebon, hal itu justru tidak menjadi masalah besar. Dalam pandangannya, jika kelompok Islam garis keras itu mengharamkan ritual semacam ziarah kubur, tahlil, qunut, maka akan berhadapan dengan masyarakat.

Kalau mau ‘mengganggu’ tahlil, ya, biarkan saja. Mereka akan ribut dengan masyarakat” kata Abah Ayip, begitu ia akrab disapa. Masalah yang harus diperhatikan, katanya, adalah akidah NU: tasamuh (toleran) dan tawasuth (moderat) yang sekarang ini mulai kurang dipahami. Dengan demikian, kalangan nahdliyin tak perlu direpotkan oleh urusan kelompok yang suka mengharamkan ritual ibadah NU. (NU)

Thursday, October 09, 2008

Kang Zuhdi Resahkan Minimnya Fungsi Masjid


Yogjakarta (GP-Ansor): Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DI Yogyakarta, M Zuhdi Muhdor dalam diskusi bertajuk “Seribu Masjid, Satu Cakrawala” di Yogyakarta, menyatakan perlunya memperluas fungsi masjid, selain sebagai tempat ibadah (sembahyang) juga sekaligus tempat ibadah sosial. “Ada masjid dan mushalla, kini fungsinya tak lebih sebagai tempat melaksanakan rutinitas ibadah mahdlah (murni). Di masa mendatang, hal itu harus diubah. Masjid dan musholla harus juga menjadi pusat ibadah sosial,” tuturnya. Mantan Ketua PW GP Ansor DIY itu juga menjelaskan, saat ini, mengelola masjid masih menjadi pekerjaan sambilan. Menurutnya, nyaris tidak ada tenaga yang konsentrasi untuk mengembangkan dan mengelola masjid dengan baik.

“Saya, kira gairah untuk lebih memperhatikan masjid, memang harus ditumbuhkan. Keberadaan masjid di tengah-tengah umat Islam, setidaknya tidak hanya menjadi pusat ibadah mahdloh, tetapi juga menjadi pusat ibadah sosial,” jelasnya. Hal yang sama diungkapkan Jazir, Ketua Takmir Masjid Jogokaryan, Yogyakarta. Ia mengatakan, saat ini, dunia dihadapkan pada dua ideologi besar: ideologi masjid dan ideologi pasar. “Kalau masjid yang menguasai dunia, maka dunia akan damai, selamat, sejahtera, dan makmur. Sebaliknya, kalau yang berkuasa itu pasar, maka yang terjadi adalah penindasan, pemerasan. Karena pasar adalah simbol hawa nafsu yang rakus; simbol penipuan, kerusuhan, perpecahan, persaingan, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Yang patut dicatat, di Yogyakarta terdapat forum Korp Dakwah Masyarakat (Kodama), yang merupakan lembaga dakwah yang didirikan (alm) KH Ali Maksum (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta) pada 4 Maret 1984. Lembaga tersebut didirikan KH Ali Maksum bersama para santrinya karena prihatin melihat kondisi masyarakat Yogyakarta yang belum mengerti Islam. Kodama juga menjadi sarana bagi santri-santri untuk mendakwahkan Islam kepada masyarakat dengan mengirimkan dai-dai ke masjid atau mushalla. (GP Ansor)

Gus Solah Khawatir Salah Tafsir RUU Pornografi


Jombang (GP-Ansor): Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, KH Salahuddin Wahid angkat bicara soal RUU Pornografi. Menurut mantan Wakil Ketua Komnas HAM ini, bukan masalah pro dan kontranya, melainkan bagaimana tindakan seharusnya apabila UU ini diterapkan. “Jika UU ini disahkan dan polisi sebagai pelaksana, maka polisi harus ditambah. Begitu juga dana operasionalnya,” kata pria yang akrab disapa Gus Sholah.

Apabila hal tersebut tidak dilakukan, lanjutnya, akan membuat “polisi swasta” yang lebih aktif mengawasi pelaksanaan UU itu. “Nanti, setiap orang menafsirkan UU semaunya dan akan banyak orang-orang ditangkapin,” kata adik kandung Gus Dur ini. Gus Solah memaparkan, permasalahan UU Pornografi seharusnya diperjelas, apakah keberadaannya atau pada masalah penerapannya. Ia membandingkan dengan masih maraknya peredaran minuman keras dan prostitusi remang-remang, yang penyebabnya masih belum jelas, apakah karena tidak ada UU yang mengatur atau tidak diterapkannya peraturan yang ada. (GP Ansor)

Lebaran Ketupat, dari Mana Tradisi ini Berasal?


Ketupat identik sebagai hidangan spesial Lebaran, diperkirakan tradisi ini berasal dari saat Islam masuk ke tanah Jawa. Masyarakat Jawa mempercayai Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan ketupat. Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti “mengakui kesalahan”. Sehingga dengan ketupat sesama muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut. Tradisi lebaran ketupat yang diselenggarakan pada hari ke tujuh bulan syawal juga merupakan tradisi khas Indonesia yang biasa disebut sebagai “hari raya kecil” setelah melakukan puasa syawal selama 6 hari atau puasa kecil dibandingkan dengan Idul Fitri yang didahului puasa Ramadhan selama 1 bulan..

Sesuai dengan sunnah nabi, setelah memperingati Idul Fitri, umat Islam disunnahkan puasa selama 6 hari, yang bagi umat Islam di Indonesia kemudian diperingati sebagai bakda kupat. Di daerah pedesaan, ketupat masih dibuat sendiri oleh tangan-tangan terampil para ibu dan gadis, namun di daerah perkotaan yang sudah sulit untuk memperoleh janur atau daun kelapa yang masih muda, ketrampilan ini sudah hilang dan masyarakat lebih suka membeli selongsong ketupat di pasar atau bahkan membeli dalam bentuk ketupat yang sudah masak. Lalu ketupat tersebut diantarkan kepada sanak saudara sebagai lambang permohonan maaf dan silaturrahmi. Banyak makna filosofis yang dikandung dalam makanan ketupat ini. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer”, yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.

Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan. Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya. Pada masa lalu, terdapat tradisi unik yang berbau mistis, namun kini sudah jarang ditemukan. Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala, yaitu dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah, biasanya bersama pisang, dalam jangka waktu berhari-hari, bahkan berulan-bulan sampai kering. Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun ternyata ada makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunya makna “pangapunten” alias memohon maaf.

Saking dekatnya kupat dengan santen ini, ada pantun yang sering dipake pada kata-kata ucapan Idul Fitri:

Mangan kupat nganggo santen.
Menawi lepat, nyuwun pangapunten.
(Makan ketupat pakai santan.
Bila ada kesalahan mohon dimaafkan.)

Ketupat sendiri telah berkembang akibat kreatifitas kuliner di beberapa daerah. Beberapa jenis ketupat yang ada saat ini diantaranya adalah.

1. Ketupek Katan Kapau
Katupek katan yang khas Kapau, yaitu ketupat ketan berukuran kecil yang dimasak dalam santan berbumbu. Ketupat ketan adalah versi rebus dari lemang. Santannya menjadi sampai kental sekali dan merasuk ke dalam ketupat. Ketupat kentan ini bisa dimakan sebagai dessert, tetapi juga bisa dimakan dengan lauk pedas, misalnya gulai itik cabe hijau atau rendang.

2. Ketupat Glabed
Ada lagi sajian rakyat lain di Tegal yang sangat populer, yaitu Kupat Glabed. Kali ini bukan ketupat dari desa Glabed. Kupat glabed adalah ketupat yang dimakan dengan kuah kuning kental. Glabed sendiri sebenarnya berasal dari ucapan orang Tegal bila mengekspresikan kuah yang kental ini. Glabed-glabed! Ketupatnya dipotong-potong, dibubuhi tempe goreng, dan disiram dengan kuah glabed. Tambahkan sambal bila ingin citarasa pedas. Topping-nya adalah kerupuk mi yang terbuat dari tepung singkong dan taburan bawang goreng. Sebagai lauknya, Kupat Glabed selalu didampingi dengan sate ayam atau sate kerang.

3. Ketupat Betawi (Bebanci)
Masakan paling khas dan unik yang dimiliki masyarakat Betawi adalah ketupat bebanci. Sesuai dengan namanya, ketupat bebanci adalah masakan dengan unsur utama ketupat. Ketupat ini disantap dengan kuah santan berisi daging sapi dan diberi aneka bumbu seperti kemiri, bawang merah, bawang putih, cabai, dan rempah-rempah. Sayangnya saat ini sudah sangat sulit menemukan penjual ketupat ini.

4. Ketupat Blegong (Tegal)
Kupat Blengong (Kupat Glabed dengan daging Blengong, Blengong=Keturunan hasil perkawinan Bebek dan Angsa)

5. Ketupat Bongko (Tegal)
Kupat Bongko adalah Ketupat dengan sayur tempe yang telah diasamkan.

6. Ketupat cabuk rambak (Solo).
Cabuk rambak adalah ketupat nasi yang diiris tipis-tipis, dan disiram dengan sedikit sambal wijen (dicampur kemiri dan kelapa parut yang terlebih dulu digongseng). Ada yang menyukai sambal yang sangat pedas, ada yang menyukai rasa sambal yang gurih. Rasa sambalnya memang sangat khas. Hidangan ini disajikan dengan kerupuk nasi yang disebut karak.

7 Ketupat/lontong Sayur
Lontong Sayur. Biasanya Lontong sayur itu artinya santan kental yang gurih, tapi kalo mau sehat (baca: engga mau makan santan) dikasih soun, telur rebus dan ditaburi bawang goreng. (NU)

Wayang Kulit Berperan Dalam Penyebaran Islam di Indonesia


Wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia, pada masa lampau, terutama di Jawa, ikut berperan penting terhadap perkembangan agama Islam di negeri ini.

Agama Islam berkembang ke berbagai pelosok dunia termasuk di Indonesia. Kedatangan agama Islam ke negeri ini telah melewati beberapa negara di dunia sudah barang tentu memiliki adat, kebiasaan dan kebudayaan sendiri yang sedikit banyak telah memengaruhi perkembangan agama Islam yang masuk ke Indonesia. Hal tersebut kemudian mengalami penyesuaian-penyesuaian, termasuk penyebaran melalui seni tradisional wayang kulit, kata Widodo, Dosen Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Semarang, Kamis. Ia menambahkan, ada sekelompok tokoh ulama yang besar peranannya dalam menopang berdirinya kerajaan Demak, yang dikenal dengan sebutan wali sanga (sembilan wali).

Kesembilan wali yang bergelar sunan itu adalah: Sunan Ampel, Sunan Gunungjati, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, dan Syeh Siti Jenar (Syeh Lemah Abang). Mereka adalah para ulama yang sangat terkenal khususnya di Jawa, sebagai penyebar ajaran Islam. Tokoh sunan memiliki kelebihan-kelebihan gaib, dan kekuatan batin yang lebih serta memiliki ilmu yang tinggi, mereka adalah orang yang dekat dengan Allah. Para wali tidak hanya berkuasa di dalam keagamaan, tetapi juga berkuasa dalam pemerintahan dan politik. Di samping itu para wali merupakan pengembang kebudayaan dan kesenian yang handal. Oleh mereka kesenian Jawa berkembang hingga mencapai puncaknya yang kemudian dikenal dengan seni klasik. Salah satu kesenian yang hinga kini tetap populer adalah wayang kulit purwa. (NU)

Wednesday, October 01, 2008

Ramadhan di Trondheim, Potret Silahturrahim Muslim Indonesia di Belahan Bumi Paling Utara


Berpuasa di daerah yang dekat dengan wilayah kutub sangatlah berbeda dengan di tanah air dimana pergantian siang dan malam berputar stablil sepanjang tahun. Di Trondheim, bulan Ramadhan tahun ini jatuh di akhir musim panas dimana waktu siang rentangnya cukup panjang. Di awal Ramadhan lama puasa di daerah ini mencapai 16 jam, dimulai pukul 04:30 pagi hingga 20:30 malam. Sebuah perjuangan yang cukup menguji iman. Tulisan ini datang dari salah satu daerah paling utara, sebuah kota kecil bernama Trondheim, di negara Norwegia. Kota ini tepatnya berada pada 63,25′ lintang utara dan 10,23′ bujur timur, hanya 500 km jaraknya dari polar circle/ lingkar kutub utara.

Karena letaknya yang nyaris di ujung utara bumi, daerah ini beriklim dingin, dengan suhu udara terendah sepanjang tahun 2008 mencapai 14,5°C di bawah nol! Pada saat siang terpanjang di musim panas matahari menyinari Trondheim hingga 22 jam. Kapan matahari terbit dan tenggelam nyaris tak bisa disaksikan mata. Datangnya malam hanya ditandai dengan semburat merah di langit mencipta cahaya alam yang remang-remang. Sebaliknya di musim dingin, dalam sehari cahaya matahari mampir hanya beberapa jam, lalu gelap berkawan suhu dingin menusuk tulang. Berpenduduk sekitar 165.000 jiwa, Trondheim dikenal sebagai pusat pendidikan dan penelitian teknologi di Norwegia. Beberapa tahun terakhir jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di kota ini, tepatnya di Norwegian University of Science and Technology terus meningkat. Sebagian besar yang merupakan mahasiswa Muslim menambah pula angka komunitas muslim Indonesia yang tergabung dalam Keluarga Muslim Indonesia di Trondheim (KMIT). Saat ini KMIT beranggotakan kurang lebih 80 orang yang terdiri dari para profesional dan mahasiswa Indonesia beserta keluarga.

Berpuasa di daerah yang dekat dengan wilayah kutub sangatlah berbeda dengan di tanah air dimana pergantian siang dan malam berputar stablil sepanjang tahun. Di Trondheim, bulan Ramadhan tahun ini jatuh di akhir musim panas dimana waktu siang rentangnya cukup panjang. Di awal Ramadhan lama puasa di daerah ini mencapai 16 jam, dimulai pukul 04:30 pagi hingga 20:30 malam. Sebuah perjuangan yang cukup menguji iman. Kondisi ini pula yang kemudian membuat keluarga Muslim Indonesia di Trondheim tidak begitu leluasa merancang program Ramadhan dengan kegiatan buka puasa atau tarawih bersama secara rutin. Namun begitu, Ramadhan di Trondeim tak kalah syahdunya. Tetap sarat silaturrahim dan suasana keislaman yang kental. Tak ingin mengurangi kesempatan meningkatkan amal ibadah di bulan Ramadhan, teknologi internet kiranya menjadi solusi yang sangat membantu untuk berkomunikasi satu sama lain. Karena tak mudah untuk berkumpul secara nyata, di alam maya dirancang kegiatan bersama. Tilawah Al-Quran Online digelar setiap hari sebelum masuk waktu berbuka puasa. Dalam program ini peserta tilawah terhubung dengan program teleconference di jaringan internet, lalu membaca Al-Quran secara bergiliran. Salah seorang menjadi host dan moderator untuk mengatur lalu lintas anggota tilawah di jaringan. Satu juz bacaan per hari ditargetkan, hingga inshaallah khatam Alquran terwujud di akhir bulan suci.

Dalam prakteknya tilawah dengan memanfaatkan teknologi ini kadang juga mengalami kendala. Mulai dari jaringan yang tiba-tiba terganggu, perangkat yang kurang menunjang kualitas suara, atau jumlah peserta yang pada suatu waktu tiba-tiba membludak melebihi kapasitas, sehingga perlu di pecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Hal-hal seperti ini kiranya menjadi pengalaman yang juga menarik dan perlu trik-trik tersendiri untuk mengatasinya. Dua kali seminggu, pada hari Senin dan Rabu, diadakan pula Kajian Keislaman Online bersama keluarga muslim Indonesia di Skandinavia. Silih berganti para dai muda yang sedang menuntut ilmu di negara-negara Skandinavia memberikan tausyiah bagi muslimin Indonesia yang tersebar di Norwegia, Swedia dan Denmark.

Akhir pekan merupakan waktu yang selalu dimanfaatkan kaum Muslimin untuk berkumpul. Sebagaimana juga di luar Ramadhan, setiap minggu siang digelar Kajian Rutin KMIT, dilengkapi kegiatan TPA untuk anak-anak. Di Indonesia tentunya keberadaan TPA adalah sesuatu yang sudah sangat biasa. Namun di Trondheim, karena umat Islam tak banyak jumlahnya menjadikan peranan TPA semakin besar untuk menciptakan atmosfir keislaman dalam perkembangan anak-anak Muslim yang sehari-hari berada di lingkungan sekolah yang berbudaya lokal. Tidak saja untuk menunjang tugas utama orang tua dalam mengajarkan tentang dienullah, namun juga sejak dini menanamkan rasa kebersamaan dan persaudaraan antar anak-anak muslim sebagai saudara seiman. Forum kajian rutin mingguan dibuka dengan tilawah Al Quran secara bergiliran, sambil saling mengoreksi bacaan dan menyempurnakan tajwid. Sesi kedua adalah kultum yang di sampaikan secara bergantian oleh para anggota setiap minggu. Materi utama di sesi ketiga mendapat porsi waktu terbesar dengan pembahasan seputar tauhid, ibadah, atau muamalah. Sejak mulanya hanya satu dua orang diantara anggota yang menjadi pemateri utama, kini inshaallah telah semakin tumbuh kader-kader dai dari kalangan anggota yang di asah untuk menggali ilmu-ilmu keislaman dan memantapkan langkah dalam da'wah Islamiyyah.

Di samping untuk mengkaji ilmu-ilmu agama, forum KMIT juga menjadi wadah untuk memusyawarahkan berbagai hal untuk kemaslahatan bersama. Bagi yang ingin menuntut ilmu lebih mendalam, setiap Sabtu malam digelar pula forum khusus kajian tafsir Al-Quran. Tak ketinggalan perpustakaan mini dikelola secara virtual dengan memberdayakan buku-buku koleksi pribadi dari para anggota. Sedikit berbeda dengan bulan-bulan lainnya, di bulan Ramadhan ini kajian rutin difokuskan pada materi seputar Ramadhan: puasa, shalat malam/tarawih, zakat fitrah dan shalat Ied. Dengan menggali materi tersebut secara mendalam, kiranya ibadah Ramadhan dapat dimaksimalkan. Tak lupa pengumpulan zakat, infaq dan sadaqah menjadi agenda rutin dan terkoordinir, mengingat keberadaan Muslimin sebagai kaum minoritas di Norwegia menuntut juga kemandirian dan inisiatif yang tinggi agar dapat melaksanakan tuntunan agama secara optimal.

Kini Ramadhan sampai di penghujung, Idul Fitri menjelang. Suasana hari kemenangan di Trondheim kiranya jauh suara beduk dan gema takbir yang gemuruh, seperti lazimnya di tanah air. Namun hati kaum muslimin yang terpaut erat inshaallah sanantiasa suka cita dalam ukhuwwah Islamiyyah yang indah. Taqaballaahu minna wa minkum! (Eramuslim)

Idul Fitri Harus Jadi Sarana Introspeksi Jati Diri Bangsa


Bagi bangsa Indonesia, Idul Fitri merupakan momentum penting karena sebagian besar rakyatnya adalah umat Islam. Momentum untuk saling memaafkan itu seharusnya juga menjadi sarana introspeksi atas jati diri sebagai sebuah bangsa. Ilmu para ulama dan kaum cerdik-pandai, keadilan orang yang memegang kekuasaan, ketertiban ibadah hamba Allah, kejujuran pedagang atau pelaku ekonomi dan kedisiplinan karyawan atau pegawai, dan lain-lain, mesti dievaluasi kembali. Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Barat, Tuanku Bagindo Muhammad Letter, mengungkap hal itu dalam khotbah Idul Fitri 1429 H, di Masjid Asra Olo Ladang, Kota Padang, Rabu (1/10).

Ia mempertanyakan, bagaimana nasib umat bila alim-ulamanya bersifat hasad, bila ilmunya dipakai menipu rakyat, ayat-ayat Al Quran dan Hadist Rasulullah ‘dijual’ dengan harga murah untuk memenangkan yang salah, menyalahkan yang benar. “Bagaimana pula nasib suatu umat bila cerdik-pandai, para pakar dan pengamat tidak memandang ilmunya untuk keselamatan bersama, hanya untuk menghujat dan mencari kesalahan orang, menghalalkan dan melegalisasi korupsi serta kesewenang-wenangan, pemerasan terhadap orang-orang yang lemah,” terangnya. “Bagaimanakah nasib suatu bangsa bila pemegang kendali kekuasan memandang kedudukan sebagaimana keuntungan yang harus dipertanggungjawabkan tanpa menghiraukan halal-haram, tanpa tanggung jawab dan memandang kekuasaan menurut selera dan kemauan masing-masing,” ia menambahkan.

Tak hanya itu. Bagaimana nasib suatu negara, bila warganya terdiri dari orang-orang yang senang meninggalkan ibadah atau beribadah hanya untuk ditonton orang banyak. Hanya berteriak menyeru Allah bila bertemu dengan musibah atau kesulitan, kemudian bila terlepas dari bencana, lalu melupakan norma-norma hidup dan agama dengan memuja hawa nafsu kembali melalui pelanggaran dan penyimpangan. “Bagaimana nasib suatu umat saudagar dan pelaku ekonomi kehilangan kejujuran. Bendera-bendera khianat, timbangan sudah menipu, meter pengukurannya sudah mencuri harta benda yang digunakan untuk kesenangan sendiri dengan semboyan, siapa kuat siapa jaya, siapa lemah tetaplah menderita,” kata Muhammad Letter. Kekuatan hati nurani pribadi bertakwa akan mewujudkan kekuatan hati nurani masyarakat bertakwa. Inilah yang dapat memelihara masyarakat dari proses peluncuran dan krisis moral dan pudarnya rasa malu yang akan menjerumuskan kehidupan bangsa dan negara. (NU)
 
© 2009 :: Rio's Blog | Love Aswaja ::. All Rights Reserved | Powered by Blogger
Blogger Layout by psdvibe | Bloggerized By LawnyDesignz |Modern Home Design