Saturday, November 22, 2008

Warga Kudus Surati MUI Soal Fatwa Haram Rokok

Warga Kudus, Jawa Tengah, salah satu daerah produsen rokok terbesar di Indonesia, melalui Lembaga Studi Sosial dan Budaya (LS2B) Sumur Tolak Kudus, mengirimkan surat keberatan fatwa haramnya rokok kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Sekretaris LS2B Sumur Tolak tersebut, Ulin Nuha, mengatakan, lembaganya telah menggelar serta mengumpulkan suara warga Kudus lewat diskusi dan seminar mengenai fatwa itu beberapa kali dan hasilnya menolak fatwa haram rokok MUI. "Harapan kami, surat yang kami layangkan menjadi pertimbangan MUI dalam mengambil putusan fatwa rokok," tuturnya, setelah rapat koordinasi, Selasa (19/11) lalu. Demikian dilaporkan kontributor NU Online Zakki Amali.

Selain kepada MUI, surat tersebut juga akan ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ketua Gabungan Perusahaan Rokok Indonesia (GAPRI), dan Bupati Kudus. Di kalangan MUI sendiri status hukum rokok masih menjadi diperdebatkan. Alasan yang melarang mengkonsumsi rokok, antara lain, didasarkan pada pertimbangan timbulnya kerusakan pada badan, akal dan harta benda, menimbulkan penyakit jantung, paru-paru, impotensi dll. Sedangkan merusak diri sendiri adalah perbuatan terlarang. Pertimbangan status hukum mubah (boleh), karena asal-muasal sesuatu itu mubah. Dan rokok tidak memabukkan. Sementara haramnya khamr (miniman keras) adalah karena ada unsur memabukkan. Kalau rokok membahayakan pada sebagian orang, itu kondisional.

Pertimbangan makruh (lebih baik dihindari), karena menimbulkan bau yang kurang enak. Hal ini dianalogikan dengan makan bawang mentah yang diminta menjauh dari masjid oleh Nabi Muhammad SAW karena baunya mengganggu orang lain. Menurut Ketua MUI Kudus KH Syafiq Naschan, tidak ada dalil yang pasti tentang haramnya rokok, sehingga hanya menimbulkan keraguan. "Sesuatu itu tidak bisa dihukumi haram dengan keraguan. Maka hukum merokok menjadi makruh." Lebih lanjut menurut KH Syafiq, jika MUI pusat menerbitkan fatwa haram rokok, maka fatwa tersebut akan mandul yang terjadi justru MUI akan banyak mendapat protes keras dari masyarakat. "Formulasi fatwa harus memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin. Fatwa tidak boleh menyakiti hati atau menimbulkan keresahan masyarakat muslim atau penguasanya, atau memecah belah masyarakat atau menimbulkan fitnah diantara mereka. Apalagi akrena kepentingan hawa nafsu, atau menyalahi syaria'at agama," tambah KH Syafiq.

Di tempat yang sama, Head of Corporate Affair PT Djarum, Suwarno M Serad dengan bahasa yang beda juga menolak fatwa haram rokok. Menurut Suwarno, sektor industri tembakau menjadi satu-satunya industri yang mampu menciptakan nilai tambah tinggi serta dinikmati oleh masyarakat, bangsa dan negara. "Sebaliknya nilai tambah yang tinggi dari komoditi lain seperti mineral, tambang, CPO, karet, dan kakao justru dinikmati oleh negara pengimpor," jelas Suwarno. (NU)


Gus Dur: Islam dan Nasionalisme Tidak Berdiri Sendiri-sendiri


KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali menegaskan pentingnya umat Islam di Indonesia terus memupuk semangat nasionalisme jika ingin hidup damai dan maju. Hal ini karena Islam dan Nasionalisme tidak dapat Berdiri sendiri-sendiri di Indonesia. Demikian diungkapkan Gus Dur dalam pengajiannya di Pesantren Ciganjur, pagi tadi (22/11). Kali ini Gus Dur juga mengecam majlis Ulama Indonesia (MUI) yang hanya bisa marah-marah setiap terjadi problem bangsa, tanpa pernah menyumbangkan solusi yang produktif. Lebih lanjut Gus Dur mengungkapkan, semestinya MUI memiliki nalar yang cerdas untuk dapat membantu bangsa ini bangkit dari keterpurukannya. Karena masyarakat lebih membutuhkan solusi produktif daripada sekedar fatwa haram.

“Berbagai keputusan final untuk mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah dibuat oleh banyak kelompok, termasuk organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama. Jadi kita tidak perlu lagi mempertentangkan Islam dan Nasionalisme,” terang Gus Dur. Menurut Gus Dur, sebuah kemunduran besar jika beberapa orang mempertanyakan keabsahan Nasionalisme dalam sudut pandang Islam. Karena NU jauh-jauh hari telah memutuskan tiadanya kewajiban untuk mendirikan Negara Islam sebelum NKRI lahir. ”Jika mau cerdas, MUI dapat mencari format-format ideal untuk menerapkan hukum-hukum agama agar sesuai dengan hukum-hukum kenegaraan. Dengan demikian keutuhan bangsa dapat terjaga dan integritas negara dapat terbangun dengan mapan,” tandasnya. (NU)


Michael Jackson Kini Peluk Islam


Los Angeles (GP-Ansor): Michael Jackson yang baru saja kehilangan Neverland (lahan yang disebut-sebut sebagai surganya anak-anak yang terjual melalui sebuah acara lelang yang digelar awal tahun ini, red.), mendadak memeluk agama Islam. Raja pop dunia itu pun berganti nama menjadi Mikaeel. Michael mengucapkan dua kalimat syahadat (ikrar memeluk Islam) dalam sebuah seremoni kecil di kediamannya di Los Angeles. Dia duduk di lantai mengenakan peci dan seorang Imam dari masjid memimpin seremoni.


Demikian dikutip The Sun, Jumat (21/11/2008). Michael lebih memilih nama Mikaeel yang merupakan nama salah satu malaikat dalam Islam, ketimbang menggunakan nama Mustafa. Michael menolak Mustafa yang berarti ‘orang terpilih’. Pria yang akrab disapa Jacko itu memutuskan masuk Islam setelah mendengarkan pengalaman spiritual produser dan penulis albumnya. Kedua orang tersebut meyakinkan pelantun Ben itu, bahwa setelah menjadi muslim hidup mereka lebih baik. “Sekarang, Jacko sedang berada di Makkah. Dia berdoa di sana,” tutur sumber. (GP Ansor)



Monday, November 10, 2008

Wahid Institut Gelar Seminar tentang Jihad

The Wahid Institut, sebuah lembaga yang dibidani oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggelar seminar bertemakan jihad di Surabaya, Ahad (9/11), beberapa saat setelah eksekusi tiga terpidana mati kasus bom Bali di Cilacap, Jawa Tengah. Namun seminar ini sama sekali tidak terkait dengan pelaksanaan eksekusi mati Amrozi Cs. “Seminar sudah direncanakan sejak lama. Justru eksekusi Amrozi yang ngikut kita,” kata Direktur Eksekutif The Wahid Institut Ahmad Suaedy. Hadir beberapa pengurus dan aktivis NU seperti Fajrul Falakh, Abdul A’la, Abdul Muqsid Ghozali, dan Rumadi.

Menurut Suaedy, jihad yang dimaksud dalam seminar tersebut berkaitan dengan peristiwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh pemimpin besar NU Hadratus Syeikh KH Hasyim As’ary pada 22 Oktober 1945 yang menjadi pemicu peristiwa Hari Pahlawan 10 November 1945. “Jihad yang kita maksud bukan jihadnya Amrozi. Jihad versi KH Hasyim Asy’ary bukan jihad yang liar seperti itu, yang tidak ada kaitannya dengan nasionalisme,” kata Suaedy. Direktur The Wahid Institute Yenny Zannuba Wahid, mengatakan, seminar tentang jihad kali ini digelar di Surabaya untuk memperingati peristiwa heroik atau Hari Pahlawan 10 Nopember 1945, yang selalu diperingati di Surabaya setiap tahunnya.

Dalam seminar itu diluncurkan buku bertajuk Ragam Ekspresi Islam Nusantara. Buku setebal 150 halaman itu merupakan kumpulan suplemen The Wahid Institut di Majalah Tempo dan Gatra selama dua setengah tahun. (NU Online)


Ketua PCINU Australia: Eksekusi Jadikan Amrozi Martir

Eksekusi terhadap tiga pelaku Bom Bali 2002 tidak menyelesaikan masalah, namun justru memenuhi keinginan mereka untuk menjadi martir alias syahid menurut anggapan mereka sendiri dan kelompok Islam garis keras. Demikian dikatakan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-Selandia Baru, Eko Zuhri Ernada, di Canberra, seperti dikutip kantor berita Antara, Ahad (9/11), beberapa saat setelah dilakukan eksekusi mati terhadap tiga terpidana mati bom Bali yang menewaskan 88 turis Australia. "Saya dari dulu tidak setuju eksekusi Amrozi cs karena hukuman tersebut hanya memenuhi keinginan mereka untuk menjadi martir. Citra martir itu pun kini sudah terjawab di masyarakat seperti adanya orang yang menjual baju kaos bergambar Amrozi," kata Eko.

Menanggapi eksekusi ketiga pelaku serangan yang menewaskan total 202 orang, Eko mengatakan, hukuman mati tidak menyelesaikan masalah di tengah kesimpangsiuran opini di masyarakat Indonesia terkait dengan kasus mereka. "Yang dilakukan Amrozi dkk di Bali enam tahun lalu tetap salah karena Indonesia bukanlah lokasi perang melainkan tempat damai sehingga membunuh warga sipil yang tidak bersalah tidak dapat dibenarkan," kata kandidat doktor Universitas Nasional Australia (ANU) ini. Rakyat Australia sendiri tidak semua sepakat dengan hukuman mati bagi Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera.

"Masyarakat Australia terbelah. Ada yang berpendapat bahwa perbuatan Amrozi cs tidak perlu dibalas, tapi ada pula yang berpendapat sebaliknya," kata Indonesianis Universitas Nasional Australia (ANU), George Quinn di sela Konferensi Bahasa Indonesia di KBRI Canberra, Sabtu. (NU Online)


Jihad Mbah Hasyim Beda dengan Jihad Amrozi

Jihad yang dimaksud oleh pemimpin besar Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim) dalam Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang kemudian memicu peristiwa Hari Pahlawan 10 November adalah berbeda dengan jihad yang digelontorkan kelompok muslim garis keras seperti Amrozi Cs. “Jihad dalam pengertian fisik militer harus diletakkan dalam sistem kemasyarakatan yang lebih luas,” kata Ketua PBNU Fajrul Falakh, di Surabaya, Ahad (9/10), di sela seminar "Jihad dan Kepahlawanan: Refleksi Resolusi Jihad dan Hari Pahlawan". Menurut Fajrul, jihad versi NU yang digelorakan Mbah Hasyim melalui Resolusi Jihad dan ditegaskan kembali dalam Muktamar NU Tahun 1946 adalah resolusi sikap NU terhadap pemerintahan yang telah disepakati. Resolusi Jihad NU adalah upaya mempertahankan kedaulatan negara.

“Jihad dalam NU tidak hanya terkait dengan kepentingan satu kelompok saja, tetapi juga terkait kepentingan sekelompok masyarakat lainnya yang lebih luas lagi,” katanya. Lebih dari itu, pakar hukum Universitas Gajah Mada ini mengingatkan, ajaran tentang jihad tidak hanya terkait persoalan fisik dan militer. Sementara ini pandangan umumnya masyarakat tentang jihad memang hanya terpaku pada peperangan dan kekerasan bersenjata. Jihad dalam versi lainnya yang lebih realistis saat ini adalah jihad kemanusiaan dengan menghormati hak-hak orang lain, dan berjuang menegakkan keadilan sosial. “Jihad bukan hanya persoalan fisik seperti ditunjukkan oleh sekelompok orang Islam saat ini. Mengajar, berdakwah dengan sungguh-sungguh, bahkan ibu yang sedang melahirkan itu pun jihad. Bahkan Nabi Muhammad dalam hadist yang sangat populer telah mengingatkan adanya jihad yang lebih besar, yakni jihad melawan hawa nafsu kita sendiri,” katanya. (NU Online)


Saturday, November 08, 2008

Gerakan “Pembonsaian” Ubudiyah Warga NU Dinilai Sudah Kritis


Gerakan propaganda sekelompok umat Islam yang menganggap bid’ah atau menyesatkan ubudiyah (tradisi peribadatan) warga Nahdlatul Ulama (NU) dinilai sudah berlebihan dan pada beberapa kasus sudah tidak bisa ditolelir. ”Fenomena pembonsaian ajaran Islam ala ahlussunnah wal Jamaah sebagaimana diamalkan oleh orang NU tidak bisa dianggap sepele dan sudah memasuki tahap kritis,” kata Pengasuh Pondok Pesantren As-Shidiqiyah KH Nur Muhammad Iskandar SQ saat memberikan taushiyah dalam acara pembukaan Halaqah dan Konferensi Besar IPPNU di halaman pesantren Asshidiqiyah Jakarta, Kamis (6/11). Kiai Nur menyontohkan, di Bogor ada satu stasiun radio bernama Ahlussunnah wal Jamaah. Namun dalam setiap siaran radio ini justru menganggap sesat beberapa hal dalam ajaran tersebut yang diyakini oleh warga NU. Bahkan beberapa ”orator” radio ini sampai mengkafirkan Imam Ghazali, ulama panutan warga NU di bidang ilmu dan ajaran tasawwuf.

Di beberapa tempat, lanjut Kiai Nur, juga muncul propaganda-propaganda lainnya separti gerakan anti tahlil (GAT), dan gerakan anti maulid (GAM). ”Lho ini maunya apa?” keluhnya. Sementara itu di sisi lain juga muncul beberapa versi ajaran Islam yang menyimpang dari apa yang telah diajarkan oleh para ulama dan salafus shalih. ”Ada juga yang sampai mengaku jadi Nabi. Ada orang yang namanya Lia Eden. Dia ini pernah pinjam uang sama saya tapi sampai sekarang tidak dikembalikan. Tapi dia mengaku mendapatkan wahyu dari Malaikat Jibril. Masa dapat wahyu kog utangnya nggak dibayar,” kata Kiai Nur disambut tawa hadirin.

Kepada para kader IPPNU dari seluruh wilayah di Indonesia Kiai Nur berharap pesantren bisa menjadi basis utama gerakan penerangan terhadap kesalahfahaman kelompok Islam yang benci terhadap ubudiyah warga NU serta meluruskan berbagai ajaran yang menyimpang. ”IPPNU saya harapkan menampung suara anak-anak pesantren. Gerakan ini hendaknya diawali dari pesantren,” kata pengasuh pesantren As-shidiqiyah yang kini mempunyai 9 cabang di seluruh Indonesia itu. Selain itu, kata Kiai Nur, pesantren yang menjadi basis utama warga NU adalah institusi kebudayaan dan pendidikan yang bisa memahami keanekaragaman. ”Tanpa pesantren yang mau memahami heterogenitas mungkin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tidak akan pernah lahir,” katanya. (NU Online)


Kang Said: Aswaja Tak Mengenal Terorisme


Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) sebagai paham dan ajaran keislaman yang dianut oleh organisasi NU mengajarkan umat untuk berlaku toleran dan meninggalkan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. “Ahlussunnah tidak mengenal kekerasan dan terorisme. Kita ini adalah umat yang modern, yang penuh toleran, dan moderat, agar menjadi contoh bagi umat yang lain,” katanya dalam acara silaturrahim IPPNU dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Jum’at (7/11). Dikatakan Kang Said, panggilan akrab KH Said Aqil Siradj, para ulama yang yang tergabung dalam NU berjuang membela tanah air sebagai bagian dari tugas agama. Maka tugas membangun Indonesia adalah tugas agama.

“Dulu ulama yang bersarung bercita-cita mendirikan negara darus salam (negara yang menyejahterakan), negara Indonesia, bukan darul Islam (negara Islam). Pada tanggal 22 oktober 1945 dikeluarkanlah fatwa Resolusi Jihad, bahwa membela tanah air sama dengan membela agama,” kata Kang Said. Acara silaturrahim dengan Ibu negara yang dihadiri Kang Said itu merupakan bagian dari agenda Halaqoh Pelajar dan Kenferensi Besar (Konbes) IPPNU yang diadakan di Jakarta selama empat hari, 6-9 November 2008. (NU Online)


Thursday, November 06, 2008

Waspada Kebangkitan Neo-Wahabi

Sejak bergulir Reformasi dapat kita tandai dengan adanya kebangkitan berbagai aliran gerakan. Tidak terkecuali Islam. Pada umumnya, gerakan-gerakan baru Islam ini mengusung faham Salafi. Tercatat sejumlah gerakan dalam aliran ini: Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad (LJ), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Komando Laskar Islam (KLI), Forum Umat Islam (FUI), dan lain-lain. Beberapa di antaranya sudah membubarkan diri. Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masuk kategori gerakan ini. Bagaimana pengelompokan ini didasarkan? Dalam tradisi Islam, aliran Salafi mengacu pada pandangan madzhab salaf. Karakteristik menonjol aliran ini, di antaranya, seruan kembali ke Al Qur’an dan Sunnah Nabi dengan kecenderungan penafsiran secara tekstual dengan mengabaikan konteks, dan semangat meniru generasi salaf al-shalih yang dielu-elukan sebagai masa paling ideal.

Ibnu Taymiah dikenal sebagai penggagas awal teologi Salafi. Istilah Salafi, bisa dikatakan, muncul sejak Ibnu Taymiah ini. Kata “salafi” merujuk ke generasi salaf al-shalih. Sepeninggal Ibnu Taymiah, teologi Salafi makin berkembang. Beberapa kurun selanjutnya, di tanah Najd, Semenanjung Arabia, Muhammad bin Abdul Wahab mengembangkan teologi Salafi dengan lebih spesifik dan makin tajam. Pengembangan teologi oleh Muhammad bin Abdul Wahab dikenal dengan aliran Wahabi. Bagi pengikut Wahabi, istilah ini terdengar kurang baik. Mereka lebih suka disebut pengikut Salafisme. Pada awal abad 20, pemikiran Ibnu Taymiah dan Muhammad bin Abdul Wahab, sedikit banyak, menjadi pemantik pemikiran Muhammad Abduh. Berangkat dari perpaduan ajaran Ibnu Taymiah dan pencarian Muhammad Abduh, gerakan salafi lantas dikembangkan dengan lebih tertata melalui gerakan Ikhwanul Muslimin. Tokoh paling penting pemberi warna ideologi gerakan ini adalah Sayyid Qutub. Di kalangan islamisis (pakar kajian keislaman), pemikiran Sayyid Qutub disebut dengan istilah Salafi Modern.

Di Indonesia, pemikiran-pemikiran Salafi dibawa oleh KH Ahmad Dahlan. Muhammadiyah berdiri. Organisasi ini menyebut dirinya sebagai persyarikatan kaum Puritan Islam. Untuk pertama kali, dalam disertasi doktornya, Deliar Noer menyematkan Muhammadiyah sebagai gerakan Modernis. Sebuah istilah, yang saya duga, untuk menstigma organisasi sejawatnya, Nahdlatul Ulama (NU) agar identik dengan gerakan kampungan. Hal menarik dari perjalanan Muhammadiyah, selama beberapa dasawarsa awal, organisasi ini lebih cenderung mengadopsi Salafisme Wahabi. Perubahan penting terjadi menjelang tahun 80-an beberapa saat setelah terjadi Revolusi oleh para mullah Syiah di Iran. Keberhasilan Revolusi Iran tahun 1979 menciptakan kegairahan baru dunia Islam. Dimana-mana orang menganggap bahwa Revousi ini adalah awal dari kebangkitan dunia Islam yang selama beberapa abad mengalami kemunduran. Muslim Indonesia tidak terkecuali. Meski Revolusi itu terjadi di Iran, tetapi Ikhwanul Muslimin, yang bersumber di Mesir, mendapat berkah. Ikhwanul Muslimin mendadak populer. Di Indonesia, terjemahan buku-buku Sayyid Qutub laris. Apa sebab? Bagi kalangan Muslim Indonesia, pemikiran Sayyid Qutub lebih bisa diterima, karena sama-sama Sunni. Selain itu, Sayyid Qutub mampu meramu pemikirannya dengan amat tertata. Bersamaan dengan tren ini, Muhammadiyah mengadopsi pemikiran Salafi Modern. Sebuah pemikiran yang lebih moderat dibanding Salafi Wahabi. Apa alasannya? Wahabi gampang menyalahkan dan membid’ahkan kaum Muslim yang tidak sepaham. Saya kurang sepakat dengan pendapat Karen Armstrong yang menyatakan bahwa Qutubisme (merujuk ke pemikiran Sayyid Qutub) lebih radikal dibanding Wahabi, seperti tulisannya di The Guardian, 11 Juli 2005. Yang lebih tepat, sebaliknya.

Pilihan Muhammadiyah ini tidak terlepas dari peran anak-anak muda kala itu. Kemunculan tokoh seperti Amien Rais, Kuntowijoyo, Syafi’I Maarif, Affan Ghafar, Syafiq Mughni, M Amin Abdulla, Abdul Munir Mulkhan, Moeslim Abdurrahman -–untuk menyebut beberapa nama saja-- adalah penanda kebangkitan Muhammadiyan baru. Di tangan mereka, Muhammadiyah menjadi organsisasi Islam moderat dan makin disegani. Diperkuat lagi dengan akomodasi politik Suharto dalam perlakuannya terhadap organisasi-organisasi Islam, dengan memanjakan organisasi Islam Puritan ini. Wajah keras Wahabisme di tangan mereka perlahan luntur. Apa buktinya? Perang TBC (Taqlid, Bid’ah & Churafat) yang selama bertahun-tahun menjadi agenda utama, perlahan-lahan mereda. Bahkan beberapa tahun lalu, sebagian warga Muhammadiyah mulai mempertanyakan keefektivan cara dakwah “keras” ini. Mereka mengusulkan dakwah kultural, yang tidak lagi dengan gampang menyebut orang lain bid’ah hanya karena berdakwah dengan pendekatan budaya setempat. Di tangan tokoh-tokoh moderat ini pemikiran Ikhwanul Muslimin tidak serta merta dijiplak utuh. Mereka membuang jauh-jauh ide pan-Islamisme, mengambil hanya sisi pemikiran gerakan sosialnya. Suatu saat, Amien Rais mengatakan: Tidak ada negara Islam.

Apakah usaha mereka berhasil? Selama beberapa dekade, iya. Namun, di tataran massa Muhammadiyah, kegandrungan pada pemikiran Sayyid Qutub tidak hanya terbatas pada pemikiran sosialnya, tetapi juga pada politisnya. Pada saat suara-suara warga ini tidak ditampung oleh elit-elit Muhammadiyah, mereka lebih memilih bermain di luar area. Gerakan usroh, tarbiyah, halaqah, dan sejenisnya, yang menjamur di lingkungan kampus dan masjid, merupakan bentuk luapan kegelisahan anak-anak muda dan suara protes tidak langsung. PKS berkembang dari gerakan protes ini. Di samping itu, kepulangan para veteran perang Afghanistan pasca kejatuhan Uni Soviet memberi warna baru. Persentuhan langsung dengan para pejuang dari negara lain selama perang pembebasan Afghanistan makin memperteguh Wahabisme mereka. Pengalaman tempur di medan perang menambah keyakinan bahwa otot dan senjata menjadi identitas baru. Sebuah identitas kekerasan.

Akan tetapi, sekembali mereka di Tanah Air, ide Wahabisme yang mereka bawa tidak diberi tempat oleh elit Muhammadiyah kala itu. Mereka lantas mendirikan atau berkumpul dalam organisasi-organisasi baru, seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia. Organisasi ini adalah diantara organsisasi yang menjadi pilihan warga Muhammadiyah yang menganggap organisasi ini terlalu lembek dalam menyuarakan kepentingan baru mereka. Bahkan, dalam kaitan dengan Syariat Islam, Muhammadiyah pernah dituduh sebagai banci oleh warganya yang radikal. Dulu, warga Muhammadiyah garis kanan, seperti Ali Imran, Amrozi, Ja’far Umar Thalib dan Abu Bakar Baasyir, tidak mendapat tempat di Muhammadiyah. (Ahmad Najib Burhani, Menebak Masa Depan Liberalisme di Muhammadiyah, Islam Progresif, message no. 1519). Mereka inilah Neo-Wahabi itu, gerakan Wahabi baru yang dipadu dengan kemampuan tempur yang dibawanya ke tengah-tengah masyarakat. Kini, sejak Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang, 3-8 Juli 2005, para veteran itu sudah kembali menguasai Muhammadiyah. Tokoh-tokoh moderat tersingkir. MUI pun sepertinya sudah mulai direngkuhnya. Apa indikasinya? Fatwa-fatwa keluaran MUI baru-baru ini terlihat memiliki kesan terwarnai oleh tangan-tangan Neo-Wahabi tersebut. Mereka mengagungkan teks secara berlebihan dengan mengabaikan konteks Mereka mudah membid’ahkan dan mensesatkan segala bentuk perbedaan. Gampang menyerbu bukan kelompok sepaham, tanpa toleransi. Gampang mencibir kalangan Islam yang bukan pengikut mati generasi salaf al-shalih. Kata-kata “bid’ah”, “kafir”, “musuh Islam”, “penghancur Islam dari dalam”, dan seterusnya, mudah menjadi ungkapan harian.

Dengan kebangkitan Neo-Wahabi ini, kita bisa menebak arah perjalanan Islam Indonesia ke depan. Wajah Islam Indonesia mulai memunculkan ketidak-ramahan. Akankah semua ini dibiarkan? (DutaMasyarakat)


Wednesday, November 05, 2008

Pangeran Charles Kunjungi Pesantren Krapyak


Pewaris tahta kerajaan Inggris Pangeran Charles, Selasa (4/11) kemarin berkunjung ke Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, untuk menyaksikan langsung suasana pesantren dan aktivitas belajar para santri di pesantren yang telah melahirkan banyak ulama itu. Pangeran Charles disambut oleh pengasuh pesantren KH Attabik Ali diiringi alunan suara rebana yang dibawakan sejumlah santri. Ia lantas diajak berkeliling ke berbagai fasilitas di pondok pesantren seperti laboratorium bahasa dan ruang komputer. Dalam acara penyambutan, sang pangeran sempat terlena dangan lantunan Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39-41 yang dibacakan oleh seorang santri. Ayat-ayat ini berisi tentang kerusakan muka bumi akibat perbuatan manusia.

“Makna ayat-ayat tersebut dapat mendorong manusia untuk melakukan kegiatan pelestarian alam dan menghindari kerusakan lingkungan,” katanya. Pangeran Charles memberikan apresiasi ajaran agama Islam yang mempunyai nilai-nilai pelestarian lingkungan. Sekretaris Ponpes Ali Maksum KH Khoirul Fuad mengaku tidak melakukan persiapan khusus untuk menyambut Pangeran Charles. "Kami tidak melakukan persiapan khusus. Beliau datang ke sini atas keinginan sendiri," katanya. Dengan kedatangan Pangeran charles ini, dia berharap bisa mengubah pandangan dunia barat selama ini yang menganggap pesantren sebagai tempat terbelakang dan berisi ajaran-ajaran fundamentalisme. Menurutnya, pandangan itu harus dihilangkan.

"Pangeran melihat bahwa santri di sini juga belajar komputer, Bahasa Inggris, dan menggunakan internet. Jadi pesantren juga mengikuti perkembangan zaman," ujarnya Pihak pesantren, Lanjut Khoirul, telah bekerjasama dengan kerajaan Inggris sejak dua tahun lalu. Program kerjasama dibingkai dalam program Training Education Head Master of Pesantren. Melalui program itu, Pesantren Krapyak mengirimkan tiga orang pengasuh pesantren untuk mengikuti pendidikan manajemen dan mengkampanyekan bahwa umat Islam Indonesia adalah umat inklusif dan bukan penganut paham fundamentalis. (NU Online)


Pangeran Charles Bertemu Sejumlah Tokoh Agama


Pangeran Charles melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh agama Indonesia dalam Konferensi Agama dan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta, Senin sore. Kehadiran Prince of Wales yang sebelumnya melakukan predential lecture di Istana Merdeka Jakarta dalam konferensi yang diikuti oleh tokoh agama dari sejumlah daerah di Indonesia itu hanya sekitar 15 menit. Ayah dari Pangeran William dan Harry itu tiba sekitar pukul 15.00 WIB dan disambut oleh Ketua PBNU Hasyim Muzadi, yang kemudian memperkenalkannya kepada sejumlah tokoh agama yang hadir, termasuk Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar. Charles yang sore itu mengenakan jas berwarna abu-abu dan kemeja biru muda terlihat berjabat tangan dan berbincang-bincang dengan para tokoh agama itu sebelum kemudian meninggalkan lokasi.

Konferensi Agama dan Lingkungan Hidup membahas kesiapan para tokoh agama untuk turut berperan serta menyebarluaskan pesan tentang bahaya perubahan iklim dan mengajak masyarakat di setiap lapisan guna melakukan mitigasi dan adaptasi. Dalam lawatannya ke Indonesia, Charles mengusung dua isu yaitu perubahan iklim dan dialog antarkepercayaan. Dalam uraiannya mengenai perubahan iklim, ia menilai dengan kondisi iklim yang semakin tidak bersahabat, termasuk perkiraan lima tahun mendatang bahwa puncak es akan lenyap sama sekali pada musim panas, maka Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi sangat rawan atas ancaman itu. "Naiknya permukaan laut telah menimbulkan dampak bagi banyak pemukiman penduduk di daerah pantai di Pulau Jawa serta tempat lainnya yang terkena dampaknya adalah produktivitas perikanan dan pertanian," katanya.

Charles mengatakan, masalah perlindungan dan konservasi hutan tropis yang dihadapi Indonesia tidaklah mudah. Karena itu ia menyerukan negara-negara maju agar memberikan insentif yang tepat bagi negara-negara berhutan tropis. Ia juga mengatakan tujuan akhir semua usaha konservasi hutan tropis dan juga pengurangan efek rumah kaca adalah menciptakan lingkungan yang baik bagi manusia pada masa yang akan datang. Pada kesempatan itu , Charles juga diperkenalkan kepada mantan Menteri Agama era Presiden Abdurrahman Wahid, Tholchah Hasan, Sekretaris Jenderal PBNU Endang Turmudi, dan perwakilan NU yang mengurusi isu kehutanan dan lingkungan Anas Thahir. Pada Senin (3/11) Charles juga melakukan kunjungan ke pemakaman umum Menteng Pulo, Jakarta dimana sejumlah warga dan serdadu Inggris dimakamkan. Mereka rata-rata adalah korban perang melawan Jepang di tahun 1942. Di pemakaman itu Charles meletakkan karangan bunga dan mengheningkan cipta sejenak sebagai bentuk penghormatan.

Charles juga melakukan kunjungan ke Museum Nasional Jakarta. Pada kunjungan itu putra sulung Ratu Inggris Elizabeth II diterima oleh Direktur Museum Nasional Retno Sulistianingsih dan Direktur Koleksi Arkeologi Ekowati Sundari. Charles yang dalam kunjungan keduanya ke Indonesia ini tidak didampingi oleh istrinya, Putri Camilla, menyaksikan sejumlah artefak di ruang depan, halaman ruang Jawa, Ruang Sumatra dan penampilan gamelan Jawa selama kunjungannya ke Museum Nasional. Pada Selasa (4/11) Pangeran Charles dijadwalkan berangkat ke Yogyakarta untuk bertemu Sri Sultan Hamengkubuwono X, mengunjungi Candi Borobudur dan salah satu pesantren ternama di Krapyak Yogyakarta. Ia dijadwalkan meninggalkan Indonesia melalui Jakarta pada Rabu (5/11) pagi. Charles pernah berkunjung ke Indonesia pada 1989. Saat itu, ia didampingi istrinya (ketika itu) Putri Diana. (Republika)


Kajian Islam Jangan Keluar dari Tradisi Rasulullah


Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni menegaskan, suatu kajian Islam seharusnya selain memenuhi persyaratan akademik, juga tidak keluar dari tradisi pengamalan Islam yang memancar dari kehidupan Rasulullah. "Kajian Islam mestilah memenuhi persyaratan akademik dan tidak keluar dari tradisi pengamalan Islam yang memancar dari kehidupan Rasulullah serta para pendahulu yang saleh," kata Menag saat memberi sambutan pada pembukaan Annual Conference on Islamic Studies VIII di Palembang, Senin malam, yang dikutip dari siaran pers Depag, Selasa. Dikatakan Menag, dalam acara yang dihadiri Gubernur Sumsel Mahyudin NS, Rektor IAIN Raden Fatah Afiatun Mochtar dan Dirjen Pendidikan Islam Mohammad Ali itu, saat ini terlihat ada dua sikap ekstrim dalam pengamalan Islam.

Di satu pihak, terdapat pengamalan yang didasari pemahaman yang sangat bebas terhadap Islam. Di pihak lain, terdapat pengamalan yang didasarkan atas emosi keagamaan dan kepatuhan kepada tokoh agama. Perguruan tinggi agama Islam (PTAI), ujarnya, semestinya dapat meluruskan kedua kecenderungan yang berseberangan ini. Caranya adalah menemukan rumusan ajaran Islam yang didasari pada pertimbangan nalar yang cukup, sekaligus dibangun di atas jatidiri keislaman yang tidak menyimpang dari kebenaran.

Kebebasan dalam melakukan pengkajian dan keterbukaan terhadap temuan-temuan baru, kata Menag, tidak dapat dilepaskan dari kerja akademik yang dibatasi oleh tanggung jawab PTAI terhadap umat Islam. "PTAI merupakan sarana untuk mempersiapkan generasi muda Islam dalam memasuki kehidupan modern agar tidak kehilangan arah," kata Menag. Dia berharap, melalui konferensi ini lahir gagasan-gagasan penting tentang kajian Islam yang benar-benar meningkatkan daya saing bangsa dan tidak memunculkan masalah, misalnya konflik internal agama yang mungkin akan membuat bangsa ini terpecah-belah dan tak mampu bersaing.

Menurut Menag, kajian terhadap Islam perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap Islam itu sendiri, termasuk menggali nilai-nilai Islam untuk meneguhkan kepribadian muslim di tengah-tengah membanjirnya berbagai keyakinan, ideologi, dan aliran baru. Kajian Islam juga bertujuan, kata Menag, untuk memperbaiki metode penyampaian pesan-pesan Islam, terutama dalam keadaan yang terus berubah. "Masih banyak dari ajaran Islam yang memerlukan cara baru dalam penyampaiannya sehingga dapat dimengerti oleh orang yang mendengar dan membacanya," katanya. (NU Online)

Pemerintah Kejar Pembuat Situs Ancaman Amrozi CS


Pemerintah akan menindak tegas pembuat situs ancaman terhadap Presiden dan para pejabat negara lainnya seraya menyebut para pengancam pembunuhan itu sebagai perbuatan melanggar undang-undang. Ancaman atas nama Amrozi Cs ini dilihat situs http://foznawarabbilkakbah.com/. Nama Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi juga disebut khusus dalam surat itu sebagai tokoh yang “wajib diperangi dan dibunuh” karena mendukung eksekusi mati Amrozi Cs. Juru bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng, di Kantor Kepresidenan, Jakarta Selasa (4/11) menyatakan, para pembuat dan penyebar situs ancaman tersebut, akan diberi sanksi sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan.

"Hal-hal semacam ini tentu saja akan kita atasi dan mereka yang melakukan hal-hal semacam itu akan kita kejar. Itu tugasnya aparat negara, kepolisian, dan sebagainya untuk mengejar mereka," tutur Andi. Selain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ancaman juga ditujukan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jaksa Agung Hendarman Supandji, serta Menteri Hukum dan HAM Andi Matallatta dalam poin keempat surat yang juga ditulis dalam bahasa Arab dan Inggris itu. Sementara KH Hasyim Muzadi disebut khusus dalam poin kelima. Andi menuturkan, membuat dan menyebarkan situs ancaman pembunuhan adalah perbuatan terorisme dan negara tidak boleh kalah dari perbuatan terorisme.

Sementara itu KH Hasyim Muzadi sendiri hanya terkejut mendengar ancaman itu. “Masyaallah,” katanya. Namun dirinya enggan berkomentar. "Biarkan saja. Saya no comment saja," katanya singkat. (NU Online)


KH Hasyim Muzadi Diancam Dibunuh oleh Amrozi


Bukannya meminta maaf atas segala kesalahan yang dibuat, Amrozi Cs yang saat ini sedang menunggu eksekusi mengancam sejumlah tokoh yang dianggapnya mendukung proses eksekusi ini, termasuk Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Ancaman Amrozi Cs ini dilihat situs http://foznawarabbilkakbah.com/ dengan sejumlah nama yang menjadi target seperti SBY, JK, Andi Matalatta, Hendarman Supandji serta para hakim yang terlibat dalam proses keputusan itu. Nama KH Hasyim Muzadi disebut dalam butir ke empat karena dianggap mendukung eksekusi dan dianggap menjual NU, entah mengapa tiba-tiba Amrozi menyebut-nyebut nama NU, padahal ia jelas-jelas bukan dari kelompok nahdliyyin.

Surat bertanggal 5 Agustus 2008 tersebut dibuat dalam tiga bahasa, Inggris, Indonesia dan Arab, bahkan dalam versi Arab dan Inggrisnya ada tempelan original. Surat yang diklaim asli tersebut ditulis dengan rapi dan dengan tata bahasa Inggris dan Arab yang bagus. Sejak kapan Amrozi Cs bisa berbahasa Arab dan Inggris dengan sedemikian baik, dan tampilan surat yang kelihatan rapi dan mulus tanpa lipatan-lipatan kecil agar bisa dikeluarkan dari penjara dengan penjagaan ketat ini menujukkan bahwa surat ini patut dipertanyakan keasliannya.

Sejauh ini, kantor PBNU, tempat KH Hasyim Muzadi beraktifitas tidak mendapatkan pengamanan yang ketat, hanya terdapat dua orang satpam yang menjalankan tugas di depan. Para tamu juga diizinkan memasuki gedung berlantai 8 ini dengan bebas. Ketua PBNU Andi Jamaro Dulung yang juga mantan Komantas Satkornas Banser Dr Andi Jamaro Dulung mengaku tidak gusar dengan ancaman ini. "Pak Hasyim cukup dijaga Allah," katanya. (NU Online)


 
© 2009 :: Rio's Blog | Love Aswaja ::. All Rights Reserved | Powered by Blogger
Blogger Layout by psdvibe | Bloggerized By LawnyDesignz |Modern Home Design