Sunday, October 26, 2008

Mewaspadai gerakan Politik Islam Radikal Hizbut Tahrir Indonesia


Kalimatu l’Haq, uridu biha l’bathil. Kalimatnya benar, tetapi digunakan untuk tujuan yang tidak benar. Pepatah itu mungkin dapat mewakili penjelasan terhadap maraknya fikrah (pemikiran) dan harakah (gerakan) yang mengatasnamakan Islam. Salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), kelompok Islam garis keras yang saat ini sedang mempropagandakan paham ajarannya kepada masyarakat, termasuk warga NU hingga ke desa-desa. Bagaimana gerakan ini muncul dan didirikan? Apa misi yang diembannya, serta apa saja penyimpangan yang harus diwaspadai? Tulisan ini dimaksudkan sebagai pembinaan internal terkait pembentengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah terhadap warga dan pengurus Nadhlatul Ulama’.

Hizbut Tahrir Indonesia merupakan bagian dari jaringan internasional Hizbut Tahrir yang didirikan pada tahun 1953 di Jerussalem. Pendirinya adalah Taqiyuddin Al-Nabhani bersama para koleganya yang merupakan sempalan dari organisasi Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Mesir. Al-Nabhani sendiri adalah lulusan Al-Azhar Mesir yang berprofesi sebagai guru sekolah agama dan hakim. Ia berasal dari Ijzim, Palestina Utara. Hizbut Tahrir menahbiskan dirinya sebagai partai politik dengan Islam sebagai ideologinya dan kebangkitan bangsa Islam sebagai tujuannya. Meskipun selalu mengusung nama Islam, syari’ah dan dakwah, namun secara tegas, mereka mengatakan bukan sebagai organisasi kerohanian (seperti jam’iyyah thoriqoh), bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga pendidikan dan bukan pula lembaga social kemasyarakatan (Brosur HTI: Mengenal Gerakan Dakwah Internasional Hizbut Tahrir, DPP HTI, Jakarta, 2007). Hal ini jelas berbeda dengan Nahdlatul Ulama yang ditegaskan sebagai jam’iyyah diniyyah-ijtima’iyyah (organisasi keagamaan-kemasyarakatan) dan bukan organisasi politik.

Sistem keanggotaan merupakan ciri khas dari organisasi ini. Untuk mencapai tujuannya, para pemimpin organisasi ini mengambil bahan-bahan ideologis, yang mengikat anggotanya. Pada pelajar sekolah menengah, mahasiswa, serta para sarjana mendominasi latar belakang anggota organisasi ini. Namun tahun-tahun belakangan, organisasi ini telah menyebarkan target rekrutmen anggota ke masyarakat umum, khususnya pedesaan, termasuk kepada anggota dan warga Nahdlatul Ulama’. Modus penyebaran dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengenalan, penyebaran dan pembai’atan (indoktrinasi) ide-ide dan pemikiran Hizbut Tahrir kepada masyarakat umum. Untuk menyebarkan itu, mereka giat mencetak dan menyebarkan media informasi yang dibagikan secara gratis dan berkala sebagaimana Buletin Dakwah Al-Islam yang disebarkan ke masjid-masjid, organisasi keagamaan dan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka juga mengadakan kajian (halaqah) di masjid-masjid yang sudah berhasil ‘dikuasai’ dengan menampilkan tema-tema yang sekilas luhur sebagamana Khilafah Islamiyah, Penjajahan Bangsa Melalui Perempuan, dan sebagainya.

Selain itu, mereka aktif merekrut kader-kader militan yang tersebar hingga di kecamatan bahkan desa sebagai ‘agen’ penyebaran ide baik melalui pamflet, bulletin dan majalah maupun penjelasan langsung door to door. Mereka juga memiliki media umum, sebagaimana majalah bulanan Al Wa’ie, hingga situs internet www.hizbut-tahrir.or.id dan www.al-islam.or.id. Dalam media-media mereka, kerap mengusung slogan-slogan indah, sebagaimana dakwah Islam, khilafah Islamiyah, Kembali ke Syari’at Islam dan Menerapkan Islam Secara Menyeluruh (Islam Kaffah). Dengan berbungkus slogan tersebut, ternyata mereka banyak menuai simpati, khususnya dari warga yang tidak teliti melihat gerakan ini.

Gerakan Islam Politik-Radikal

Hizbut Tahrir adalah salah satu di antara paket fikrah (pemikiran) dan harakah (gerakan) Islamiyah mutakhir luar negeri yang masuk ke Indonesia dalam kurun dasa warsa terakhir. Dari gerakannya, jelas sekali mereka muncul dan terbentuk dari situasi politik dan perkembangan Islam di Timur Tengah, khususnya konflik Arab-Israel serta semangat anti Barat dan Amerika. Ketertindasan Islam di daerah konflik timur tengah khususnya di Palestina cukup mendorong mereka untuk membentuk pemerintahan islam internasional, yang sering disebut-disebut dengan istilah Khilafah Internasional. Dengan asumsi tersebut, maka seluruh umat Islam di seluruh dunia harus dimobilisasi untuk mendukung khilafah yang nantinya akan dipimpin oleh khalifah yang akan diangkat sebagai pemimpin Islam.

Mereka menganggap kaum muslimin saat ini hidup di alam darul kufur (Negeri Kafir) hanya karena diterapkannya hukum-hukum Negara yang tidak berdasarkan Islam. Kondisi ini mereka rumuskan dengan cara menganalogkan secara sempit dengan periode Nabi SAW ketika di Makkah. Sebagai contoh, untuk Indonesia, mereka menganggap UUD 1945 dan Pancasila sebagai bagian dari hukum-hukum kufur yang oleh karena itu harus diganti, baik konstitusi dan Dasar Negara maupun pemerintahannya. Misi inilah yang berlawanan dengan Nahdlatul Ulama’ sebagai jam’iyyah yang telah berhasil mengislamkan Indonesia sejak era walisongo. Dakwah NU lebih mengarah kepada pelaksanaan syari’at Islam bagi warganya dan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Lihat Maklumat Nahdlatul Ulama Keputusan Konferensi Besar NU Tahun 2006). Bahkan melalui Muktamar NU pada tahun 1935 di Banjarmasin, NU telah menyatakan Indonesia (yang waktu itu masih dikuasai oleh penjajahan Belanda) sebagai Darul Islam (Negara yang dihuni oleh ummat Islam) dimana ada kebebasan bagi warganya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan aturan syari’at Islam, tanpa harus mempermasalahkan struktur negara.

Sebaliknya, pandangan radikal Hizbut Tahrir memaksa mereka untuk selalu memandang struktur Negara (politik) sebagai tujuan. untuk merealisasikan misinya, mereka menetapkan tiga tahapan yang bila diamati dapat dikatagorikan sebagai sebuah gerakan kudeta berbungkus Islam terhadap pemerintahan yang sah. Dimulai dengan tahapan pembinaan dan pengkaderan (Marhalah At-Tatsqib) yang diambil dari mereka para simpatisannya, kemudian dilanjutkan tahapan berinteraksi dengan ummat (Marhalah Tafa’ul Ma’al Ummah). Kalau dua tahap itu berhasil mereka lampaui, barulah disiapkan tahapan ketiga, yakni pengambilalihan kekuasaan (kudeta), yang dikemas dalam bahasa Marhalah Istilam Al-Hukm. Jelas sekali, organisasi ini murni organisasi politik yang berorientasi kepada kekuasaan (walaupun dikemas dengan tema khilafah Islamiyah) sehingga tidak dapat disejajarkan dengan jam’iyah diniyyah-ijtima’iyyah sebagaimana Nahdlatul Ulama’.

Penyimpangan Ajaran dan Aqidah

Untuk mendukung misi politiknya, maka Hizbut Tahrir menggunakan pemahaman syar’I yang dapat mendukung membenarkan langkah-langkah politiknya. Salah satunya, mereka selalu mendesak kaum Muslim untuk berijtihad dalam mengkaji syari'at secara terus menerus. Mereka juga meniadakan semua bentuk ijma' (konsensus) kecuali ijma' para sahabat Nabi saw, dan menolak illat (alasan rasional) sebagai dasar bagi qiyas (analog). Publikasi utama organisasi ini antara lain adalah Al-Takattu al-Hizbi (Formasi Partai), Al-Syakhsiyah al-Islamiyah (Cara Hidup Islam), Nidhom al-Islam (Tatanan Islam), Mafahim Hizbu al-Tahrir (Konsep-Konsep Partai/Organisasi Pembebasan Islam), Nidhomu al-Hukmi fi al-Islam (Sistem Pemerintahan Dalam Islam), Nadharat Siyasiyah li Hizbi al-Tahrir (Refleksi-Refleksi Politis Partai Pembebasan Islam), dan Kaifa Hudimat al-Khilafah (Bagaimana Kekhilafahan Dihancurkan).

Menurut kesaksian seorang ulama’ Ahlus sunnah wal jama’ah, yakni Syech Muhamad Abdullah al-Syiby al-Ma'ruf bi al-Habasyi dalam kitabnya Al-'Aroh al-Imaniyah fi Mafasid al-Tahririyah, dikatakan Pendiri organisasi ini telah mengaku sebagai mujtahid mutlak dan melakukan penyelewengan terhadap ayat-ayat al-Qur'an dan hadits, serta mengingkari ijma' di berbagai persoalan pokok agama dan persoalan furu' agama. Syech Muhammad juga dapat membuktikan beberapa kebathilan aqidah Hizbut Tahrir dari sisi ajaran dengan mengutip kitab mereka, yakni Kitab Syakhsiyah Islamiyah. Dalam juz l hal 71-72, disebutkan: Dan semua perbuatan manusia ini tidak ada campur tangan qodlo' (kepastian) Allah. Karena setiap manusia dapat menentukan kemauan dan keinginannya sendiri". Lebih lanjut pada halaman 74 tertulis: "Maka mengkaitkan pahala atau siksa Allah dengan hidayah atau kesesatan menunjukkan bahwa hidayah atau kesesatan adalah perbuatan manusia sendiri bukan dari Allah swt ".

Pendapat sebagaimana dalam kitab mereka merupakan pendapat kaum Qodariyah. Sementara qadariyah adalah salah satu firqah yang menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal jama'ah, karena bertentangan dengan al-Qur'an dan hadits. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya beliau berkata: "Sesungguhnya perkataan kaum Qodariyah adalah kufur." Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz dan Imam Malik bin Anas dan Imam Awza'I: "Sesungguhnya mereka itu diminta untuk bertobat, jika tidak mau maka dibunuh." Diriwayatkan dari Ma'mar, dari Thowus, dari ayahnya: Sesungguhnya seorang laki-laki telah berkata kepada Ibnu Abbas: “Banyak orang mengatakan perbuatan buruk bukan dengan qodar (kepastian) Allah swt.” Maka Ibnu Abbas menjawab: “Yang membedakan aku dengan pengikut Qodariyah adalah ayat ini: (sambil membacakan Al Qur’an Surat Al An’am ayat 149, yang artinya) “Katakanlah: Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya"..

Hizbut Tahrir juga tercatat pernah berfatwa tentang pergaulan yang bertentangan dengan konsep makarimal akhlaq. Dalam salah satu edaran fatwanya, tahun 1969 mereka menulis: Tidak haram hukumnya berjalan dengan tujuan akan berzina atau berbuat mesum dengan seseorang. Yang tergolong maksiyat adalah perbuatannya".

Selanjutnya, dalam edaran fatwa Hizbut Tahrir tertanggal 24 Rabi'ul awal 1390 H, pemimpin mereka menghalalkan berciuman meskipun disertai dengan syahwat. Sementara Dalam edaran fatwa tanggal 8 Muharam 1390 H, ditulis: Dan barang siapa mencium orang yang baru tiba dari bepergian, baik laki-laki atau perempuan, serta tidak untuk bermaksud melakukan tujuan zina, maka hukumnya adalah halal".

Bukan itu saja, dalam hal penetapan hokum syar’i, mereka cenderung ceroboh dan menganggap enteng. Dalam kitab Al-Tafkir hal. 149, dijelaskan: Sesungguhnya apabila seseorang mampu menggali hukum dari sumbernya, maka telah menjadi mujtahid. Oleh karenaya, maka menggali hokum atau ijtihad dimungkinkan bagi siapapun, dan mudah bagi siapaun, apalagi setelah mempunyai beberapa kitab lughot (tata bahasa arab) dan fiqh Islam". Perkataan ini mengesankan terbukanya kemungkinan untuk berijtihad meskipun dengan modal pengetahuan yang sedikit. (NU)

Syi'ah Berbeda dengan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


Asal-usul Syiah
Syiah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan. Sedangkan dalam istilah Syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak pemerintahan Utsman bin Affan yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, lalu Abdullah bin Saba’ mengintrodusir ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca: imamah) sesudah Nabi saw sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib karena suatu nash (teks) Nabi saw. Namun, menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke Madain. Aliran Syi’ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang pada abad ke-2 hijriyah dan abad-abad berikutnya.

Pokok-Pokok Penyimpangan Syiah pada Periode Pertama:

1. Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib ra.

2. Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa)

3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.

4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.

5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.

6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut

7. Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237)

8. Pada abad ke-2 hijriyah, perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.


Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah Secara Umum:

1. Pada Rukun Iman:

Syiah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qadha dan Qadar- yaitu: 1. Tauhid (keesaan Allah), 2. Al-’Adl (keadilan Allah) 3. Nubuwwah (kenabian), 4. Imamah (kepemimpinan Imam), 5.Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan). (Lihat ‘Aqa’idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll).


2. Pada Rukun Islam:

Syiah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu: 1.Shalat, 2.Zakat, 3.Puasa, 4.Haji, 5.Wilayah (perwalian) (lihat Al-Khafie juz II hal 18).


3. Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah, ditambahi atau dikurangi dari yang seharusnya, seperti: “wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina FII ‘ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mitslih (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417). Ada ta mbahan “fii ‘Aliyyin” dari teks asli Al-Qur’an yang berbunyi: “wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fa`tu bi shuratim mim mits lih” (Al-Baqarah:23). Karena itu mereka meyakini bahwa: Abu Abdillah a.s (imam Syiah) berkata: “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril a.s kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy):


1. Syi’ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi saw, mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244)

2. Syi’ah menggunakan senjata “taqiyyah” yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil Ushul Juz II hal.217)

3. Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.

4. Syi’ah percaya kepada Al-Bada’, yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman Ismail (yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja’far As-Shadiq, tetapi kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga).

5. Syiah membolehkan “nikah mut’ah”, yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri. (NU)




Hasyim Muzadi: Capres Harus Berkualitas Unggul


Terkait maraknya berbagai penjaringan caloN presiden dan wakilnya (capres/Cawapres) yang dilakukan partai-partai politik akhir-akhir ini, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mengharapkan agar partai-partai tidak menafikan kualitas kepemimpinan tokoh-tokoh yang mereka jaring. "Partai-partai harus mengedepankan kualitas kepemimpinan capres atau cawapres, bukan sekedar menawarkan kendaraan politik kepada mereka yang ingin menjadi presiden saja," katanya seusai membuka Musyawarah Kerja dan manakib Kubro IV Jamiyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh An-Nahdliyah (JATMAN) Idaroh Wustho Jawa Timur, di RS Nahdlatul Ulama Tuban, Sabtu (25/10).

Hasyim juga mengharapkan, para capres dan cawapres yang nantinya dapat maju dalam pencalonan memiliki kualitas yang mampu mengangkat rakyat Indonesia dari keterpurukan. selain itu, mereka juga harus serius menangani pemerintahannya dengan sepenuh kemampuan, bukan sekedar memanipulasi laporan kebijakan agar nampak sukses memimpin dengan stabil. Menurut Kyai Hasyim -sapaan akrabnya, dibutuhkan strategi yang handal dalam berbagai level pemerintahan dan masyarakat jika bangsa Indonesia ingin keluar dari keterpurukannya selama ini.

Lebih lanjut, Kyai Hasyim menilai belum ada upaya-upaya serius yang dilakukan oleh calon-calon pemimpin bangsa dalam memperbaiki kondisi masyarakat. "Saya tidak melihat adanya usaha-usaha yang serius untuk memperbaiki kondisi bangsa ini, mereka hanya ingin menarik simpati rakyat semata untuk mendongkrak popularitas dan mendukung pencalonan mereka saja," tandasnya. (NU)

Thursday, October 16, 2008

Gus Mus Tak Suka Bergaul dengan Manusia


Pengasuh Pesantren Raudlotuth Thalibin, Rembang, Jawa Tengah KHA Mustofa Bisri (Gus Mus) mengaku tak suka bergaul dengan manusia. Apa ini berarti kalau ia suka bergaul dengan jin dan sejenisnya? Tentu saja tidak, ia hanya sedikit berseloroh. “Bergaul dengan Allah itu lebih enak karena Allah memiliki lembaga pengampunan banyak sekali, seperti salat, zakat, dan puasa,” katanya saat berhalalbihalal di kampus ITS Surabaya, Senin (13/10). Menurutnya, manusia hanya memberi kesempatan minta maaf setahun sekali pada setiap halalbihalal. Itu pun sulit, padahal kalau datang kepada Allah dengan bertronton-tronton dosa akan diampuni, tetapi kalau dengan manusia belum tentu.

Di hadapan sekitar 1.000 sivitas akademika ITS Surabaya itu, alumnus Pesantren Lirboyo Kediri dan Pesantren Al Munawwar Krapyak Yogyakarta itu menyindir pemimpin saat ini yang hanya setahun sekali meminta maaf, padahal dosa-nya “bejibun”. “Pemimpin itu sering tidak memanusiakan manusia. Kalau Allah justru memanusiakan manusia sehingga hobi memberi ampun, tetapi pemimpin justru hanya memanusiakan manusia saat menjadi calon, sedangkan kalau sudah jadi pemimpin sulit minta maaf,” katanya. Padahal, kata alumnus Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu, sikap yang suka menyakiti atau merampas hak orang lain akan menjadi ganjalan jalan seseorang menuju surga.

Meski kita sering puasa dan ibadah segala macam kepada Allah SWT kalau masih suka menyakiti atau merampas hak orang lain tetap akan terganjal ke surga. Kalau dengan Allah justru dijamin tidak ada masalah,” katanya. Barangkali, hal itu yang membuat Gus Mus yang juga budayawan itu melihat tradisi halalbihalal itu adalah kebutuhkan untuk melebur kesalahan kepada orang lain agar dapat dimaafkan. “Halalbihalal sendiri merupakan tradisi khas Indonesia, tetapi baik untuk dilestarikan. Ibaratnya, halal itu bahasa Arab, tetapi kalau halalbihalal nggak ada dalam kamus bahasa Arab, karena merupakan hasil rakitan Indonesia,” ujarnya tersenyum. (GP Ansor)

Tradisi Halalbihalal Jangan Dianggap Bid’ah


Tradisi halalbihalal atau maaf-memaafkan saat Hari Raya Idul Fitri merupakan hal yang baik dan perlu terus dilestarikan. Meski tak diajarkan dan tak pernah ada saat zaman Rasulullah Muhammad, tradisi itu janganlah dianggap bid’ah (mengada-ada dalam beribadah). Demikian dikatakan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, KH Mughni Labib, pada Halalbihalal Keluarga Besar Departemen Agama Kecamatan Brebes di Aula Madrasah Ibtidaiyah Negeri Brebes, Senin (13/10) lalu. Ia menjelaskan, jika segala sesuatu yang baru, terutama yang berkaitan dengan ritual beribadah, maka semua yang ada di dunia ini juga bid’ah. Karena itu, sepanjang tradisi tersebut memiliki nilai kebaikan dan manfaat bagi umat, maka harus dilestarikan.

Kegiatan masyarakat, lanjutnya, banyak yang tidak ada dalil dan tuntunannya. Di era sekarang, ritual semacam tahlil dan qunut sebagai cara pendekatan kepada Allah dan Rasulullah, mestinya harus terus dikembangkan. Lewat tahlil akan selalu terjalin komunikasi, baik kepada ahli kubur maupun antar tetangga. Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa pasca-Lebaran, bukan berarti pasca berbuat baik, tapi seharusnya sebagai tindak lanjut dari pelatihan ibadah selama Ramadhan. “Setelah pelatihan, yang kita lihat, malah tidak memenuhi target menuju takwa,” gugatnya. Setidaknya, sambung Kiai Mughni, pasca-Ramadhan, pikiran, perkataan dan perbutan bisa mencerminkan ciri-ciri seorang yang bertakwa. Antara lain, mampu memanfaatkan harta pada jalan Allah, seperti, bersedekah, mampu menahan hawa nafsu, suka memaafkan dan senantiasa berbuat baik kepada sesama. (NU)

Guru Pesantren Dilatih Tangani Narkoba


Penyalahgunaan narkoba, terutama di kalangan remaja sungguh telah menyebabkan keprihatinan kita semua. Banyak masalah yang dapat ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkoba baik dampaknya terhadap individu itu sendiri, masyarakat dan negara. Data di Rumah Sakit Ketergantungan Obat saat in menunjukkan bahwa pengguna terbanyak berusia antara 15-29 tahun yang merupakan bagian dari anak bangsa. Kondisi ini mengundang keprihatinan dari Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPKNU) sebagai lembaga yang berdiri di bawah naungan Nahdlatul Ulama memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan anak bangsa dari ancaman dan kekejaman narkoba.

Kali ini LPKNU, menghimpun beberapa pesantren yang merupakan basis kekuatan umat Islam dalam mengemban amanat ketuhanan sebagai khalifah di muka bumi dengan menyelenggarakan Pelatihan Peningkatan Skill (Training on Enhancing Life Skill) dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya narkoba bekerjasama dengan The Colombo Plan. Kegiatan ini diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta pada 13-17 Oktober 2008. “Anak bangsa saat ini akan menentukan kemajuan dan kemunduran bangsa, agama dan negara akan datang. Dengan demikian telah menjadi kewajiban seluruh elemen umat manusia untuk dapat menyelamatkan anak bangsa dari penyalahgunaan narkoba,” Kata dr Wan Nedra Komaruddin, wakil ketua LPKNU kepada NU Online, Selasa (14/10).

Mereka yang dilatih meliputi 30 orang guru pesantren, meliputi guru biologi atau IPA, guru kurikulum serta perwakilan dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Aman NU. “Orang yang sangat berperan kepada generasi muda selain orang tua adalah guru,” katanya memberikan alasan. Para guru tersebut nantinya diharapkan mampu memberikan pengetahuan dalam hal konsekuensi penyalahgunaan narkoba sehingga bisa mencegah para murid menghindari barang haram ini. Para konsultan pelatihan narkoba yang berasal dari Colombo Plan juga akan melakukan kunjungan ke pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta yang sudah memiliki program penanganan Narkoba di sana. (NU)

Akhlak harus Diutamakan dalam Pencegahan Pornografi


Pencegahan pornografi dan pornoaksi yang saat ini semakin marak harus dimulai dari aspek akhlak atau moralitas dari masing-masing individu serta memberi pemahaman yang benar tentang aturan syariat Islam. Demikian dikatakan oleh KH Said Agil Siradj Selasa (14/10) terkait dengan penolakan sejumlah daerah dalam sosialisasi rancangan undang-undang pornografi seperti yang terjadi di propinsi Bali dan Sulawesi Utara. “Dalam Al Qur’an, ayat-ayat yang berbicara tentang jilbab hanya satu, kebanyakan berbicara tentang moralitas dalam Islam,” tuturnya. Dijelaskannya, kemampuan dalam melaksanakan syariat berbeda dengan penolakan terhadap syariat itu sendiri. “Orang yang tidak menutup aurat tetapi masih merasa salah berbeda dengan orang yang memang yakin bahwa menutup aurat memang tidak perlu,” tagasnya.

Sejumlah kalangan yang menolak keberadaan RUU ini beranggapan bahwa pengesahannya akan menimbulkan redundansi atau pengulangan karena materi pornografi sudah diatur dalam UU yang lain seperti UU Pidana, UU Pers dan lainnya. Sementara itu fihak yang pro beranggapan pornografi saat ini bukan lagi sekedar masalah adat atau kebiasaan dari masyarakat tertentu, tetapi sudah menjadi sebuah industri yang menguntungkan bagi kelompok tertentu. Untuk menyatukan persepsi, proses sosialisasi ini masih terus dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. (NU)

Sunday, October 12, 2008

Islam yang Ajarkan Kekerasan Justru Lebih “Diminati”


Islam sejatinya adalah agama yang mengajarkan perdamaian serta membawa kemanfaatan bagi seluruh alam. Namun, khususnya di Indonesia, belakangan berkembang fenomena bahwa Islam yang mengajarkan kekerasanlah yang justru lebih “diminati”. Demikian dikatakan Dr Syahiron Syamsuddin, Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada Halalbihalal Intelektual Muda NU di Pondok Pesantren Khatulistiwa Kempek, Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, belum lama ini. ”Sekarang ini, paham keagamaan yang keras malah dicap sebagai Islami. Yang bukan Islam lalu dikesankan Islami. Islam damai yang merupakan nilai sejati Islam, malah dikira tidak Islami,” kata Syahiron pada acara yang digelar Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama (NU) Cirebon itu.

Ia menceritakan, di sejumlah tempat, paham Islam garis keras itu sudah mulai “mewabah”. Misal, khotbah salat Jumat tentang Islam sebagai rahmatan lil alamin, justru tak digemari, meski ada pula mengapresiasi. Pengasuh Pesantren Arjawinangun, Cirebon, KH Husein Muhammad, yang juga hadir pada kesempatan itu, mengungkapkan hal senada. Ia mengaku sering mendapat pengaduan dari warga bahwa beberapa musholla di daerahnya mulai dikuasai kelompok Islam garis keras.

(mereka adalah) kelompok yang men-bid’ah-kan (baca: mengada-ada dalam beribadah) tahlil, qunut dan tradisi-tradisi orang-orang NU lainnya,” terang Anggota Komisi Nasional Perempuan itu, seperti dilaporkan Kontributor NU Online, Ali Mursyid. Menurut KH Syarif Ustman Yahya, Pengasuh Pesantren Kempek, Ciwaringin, Cirebon, hal itu justru tidak menjadi masalah besar. Dalam pandangannya, jika kelompok Islam garis keras itu mengharamkan ritual semacam ziarah kubur, tahlil, qunut, maka akan berhadapan dengan masyarakat.

Kalau mau ‘mengganggu’ tahlil, ya, biarkan saja. Mereka akan ribut dengan masyarakat” kata Abah Ayip, begitu ia akrab disapa. Masalah yang harus diperhatikan, katanya, adalah akidah NU: tasamuh (toleran) dan tawasuth (moderat) yang sekarang ini mulai kurang dipahami. Dengan demikian, kalangan nahdliyin tak perlu direpotkan oleh urusan kelompok yang suka mengharamkan ritual ibadah NU. (NU)

Thursday, October 09, 2008

Kang Zuhdi Resahkan Minimnya Fungsi Masjid


Yogjakarta (GP-Ansor): Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DI Yogyakarta, M Zuhdi Muhdor dalam diskusi bertajuk “Seribu Masjid, Satu Cakrawala” di Yogyakarta, menyatakan perlunya memperluas fungsi masjid, selain sebagai tempat ibadah (sembahyang) juga sekaligus tempat ibadah sosial. “Ada masjid dan mushalla, kini fungsinya tak lebih sebagai tempat melaksanakan rutinitas ibadah mahdlah (murni). Di masa mendatang, hal itu harus diubah. Masjid dan musholla harus juga menjadi pusat ibadah sosial,” tuturnya. Mantan Ketua PW GP Ansor DIY itu juga menjelaskan, saat ini, mengelola masjid masih menjadi pekerjaan sambilan. Menurutnya, nyaris tidak ada tenaga yang konsentrasi untuk mengembangkan dan mengelola masjid dengan baik.

“Saya, kira gairah untuk lebih memperhatikan masjid, memang harus ditumbuhkan. Keberadaan masjid di tengah-tengah umat Islam, setidaknya tidak hanya menjadi pusat ibadah mahdloh, tetapi juga menjadi pusat ibadah sosial,” jelasnya. Hal yang sama diungkapkan Jazir, Ketua Takmir Masjid Jogokaryan, Yogyakarta. Ia mengatakan, saat ini, dunia dihadapkan pada dua ideologi besar: ideologi masjid dan ideologi pasar. “Kalau masjid yang menguasai dunia, maka dunia akan damai, selamat, sejahtera, dan makmur. Sebaliknya, kalau yang berkuasa itu pasar, maka yang terjadi adalah penindasan, pemerasan. Karena pasar adalah simbol hawa nafsu yang rakus; simbol penipuan, kerusuhan, perpecahan, persaingan, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Yang patut dicatat, di Yogyakarta terdapat forum Korp Dakwah Masyarakat (Kodama), yang merupakan lembaga dakwah yang didirikan (alm) KH Ali Maksum (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta) pada 4 Maret 1984. Lembaga tersebut didirikan KH Ali Maksum bersama para santrinya karena prihatin melihat kondisi masyarakat Yogyakarta yang belum mengerti Islam. Kodama juga menjadi sarana bagi santri-santri untuk mendakwahkan Islam kepada masyarakat dengan mengirimkan dai-dai ke masjid atau mushalla. (GP Ansor)

Gus Solah Khawatir Salah Tafsir RUU Pornografi


Jombang (GP-Ansor): Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, KH Salahuddin Wahid angkat bicara soal RUU Pornografi. Menurut mantan Wakil Ketua Komnas HAM ini, bukan masalah pro dan kontranya, melainkan bagaimana tindakan seharusnya apabila UU ini diterapkan. “Jika UU ini disahkan dan polisi sebagai pelaksana, maka polisi harus ditambah. Begitu juga dana operasionalnya,” kata pria yang akrab disapa Gus Sholah.

Apabila hal tersebut tidak dilakukan, lanjutnya, akan membuat “polisi swasta” yang lebih aktif mengawasi pelaksanaan UU itu. “Nanti, setiap orang menafsirkan UU semaunya dan akan banyak orang-orang ditangkapin,” kata adik kandung Gus Dur ini. Gus Solah memaparkan, permasalahan UU Pornografi seharusnya diperjelas, apakah keberadaannya atau pada masalah penerapannya. Ia membandingkan dengan masih maraknya peredaran minuman keras dan prostitusi remang-remang, yang penyebabnya masih belum jelas, apakah karena tidak ada UU yang mengatur atau tidak diterapkannya peraturan yang ada. (GP Ansor)

Lebaran Ketupat, dari Mana Tradisi ini Berasal?


Ketupat identik sebagai hidangan spesial Lebaran, diperkirakan tradisi ini berasal dari saat Islam masuk ke tanah Jawa. Masyarakat Jawa mempercayai Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan ketupat. Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti “mengakui kesalahan”. Sehingga dengan ketupat sesama muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut. Tradisi lebaran ketupat yang diselenggarakan pada hari ke tujuh bulan syawal juga merupakan tradisi khas Indonesia yang biasa disebut sebagai “hari raya kecil” setelah melakukan puasa syawal selama 6 hari atau puasa kecil dibandingkan dengan Idul Fitri yang didahului puasa Ramadhan selama 1 bulan..

Sesuai dengan sunnah nabi, setelah memperingati Idul Fitri, umat Islam disunnahkan puasa selama 6 hari, yang bagi umat Islam di Indonesia kemudian diperingati sebagai bakda kupat. Di daerah pedesaan, ketupat masih dibuat sendiri oleh tangan-tangan terampil para ibu dan gadis, namun di daerah perkotaan yang sudah sulit untuk memperoleh janur atau daun kelapa yang masih muda, ketrampilan ini sudah hilang dan masyarakat lebih suka membeli selongsong ketupat di pasar atau bahkan membeli dalam bentuk ketupat yang sudah masak. Lalu ketupat tersebut diantarkan kepada sanak saudara sebagai lambang permohonan maaf dan silaturrahmi. Banyak makna filosofis yang dikandung dalam makanan ketupat ini. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer”, yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.

Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan. Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya. Pada masa lalu, terdapat tradisi unik yang berbau mistis, namun kini sudah jarang ditemukan. Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala, yaitu dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah, biasanya bersama pisang, dalam jangka waktu berhari-hari, bahkan berulan-bulan sampai kering. Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun ternyata ada makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunya makna “pangapunten” alias memohon maaf.

Saking dekatnya kupat dengan santen ini, ada pantun yang sering dipake pada kata-kata ucapan Idul Fitri:

Mangan kupat nganggo santen.
Menawi lepat, nyuwun pangapunten.
(Makan ketupat pakai santan.
Bila ada kesalahan mohon dimaafkan.)

Ketupat sendiri telah berkembang akibat kreatifitas kuliner di beberapa daerah. Beberapa jenis ketupat yang ada saat ini diantaranya adalah.

1. Ketupek Katan Kapau
Katupek katan yang khas Kapau, yaitu ketupat ketan berukuran kecil yang dimasak dalam santan berbumbu. Ketupat ketan adalah versi rebus dari lemang. Santannya menjadi sampai kental sekali dan merasuk ke dalam ketupat. Ketupat kentan ini bisa dimakan sebagai dessert, tetapi juga bisa dimakan dengan lauk pedas, misalnya gulai itik cabe hijau atau rendang.

2. Ketupat Glabed
Ada lagi sajian rakyat lain di Tegal yang sangat populer, yaitu Kupat Glabed. Kali ini bukan ketupat dari desa Glabed. Kupat glabed adalah ketupat yang dimakan dengan kuah kuning kental. Glabed sendiri sebenarnya berasal dari ucapan orang Tegal bila mengekspresikan kuah yang kental ini. Glabed-glabed! Ketupatnya dipotong-potong, dibubuhi tempe goreng, dan disiram dengan kuah glabed. Tambahkan sambal bila ingin citarasa pedas. Topping-nya adalah kerupuk mi yang terbuat dari tepung singkong dan taburan bawang goreng. Sebagai lauknya, Kupat Glabed selalu didampingi dengan sate ayam atau sate kerang.

3. Ketupat Betawi (Bebanci)
Masakan paling khas dan unik yang dimiliki masyarakat Betawi adalah ketupat bebanci. Sesuai dengan namanya, ketupat bebanci adalah masakan dengan unsur utama ketupat. Ketupat ini disantap dengan kuah santan berisi daging sapi dan diberi aneka bumbu seperti kemiri, bawang merah, bawang putih, cabai, dan rempah-rempah. Sayangnya saat ini sudah sangat sulit menemukan penjual ketupat ini.

4. Ketupat Blegong (Tegal)
Kupat Blengong (Kupat Glabed dengan daging Blengong, Blengong=Keturunan hasil perkawinan Bebek dan Angsa)

5. Ketupat Bongko (Tegal)
Kupat Bongko adalah Ketupat dengan sayur tempe yang telah diasamkan.

6. Ketupat cabuk rambak (Solo).
Cabuk rambak adalah ketupat nasi yang diiris tipis-tipis, dan disiram dengan sedikit sambal wijen (dicampur kemiri dan kelapa parut yang terlebih dulu digongseng). Ada yang menyukai sambal yang sangat pedas, ada yang menyukai rasa sambal yang gurih. Rasa sambalnya memang sangat khas. Hidangan ini disajikan dengan kerupuk nasi yang disebut karak.

7 Ketupat/lontong Sayur
Lontong Sayur. Biasanya Lontong sayur itu artinya santan kental yang gurih, tapi kalo mau sehat (baca: engga mau makan santan) dikasih soun, telur rebus dan ditaburi bawang goreng. (NU)

Wayang Kulit Berperan Dalam Penyebaran Islam di Indonesia


Wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia, pada masa lampau, terutama di Jawa, ikut berperan penting terhadap perkembangan agama Islam di negeri ini.

Agama Islam berkembang ke berbagai pelosok dunia termasuk di Indonesia. Kedatangan agama Islam ke negeri ini telah melewati beberapa negara di dunia sudah barang tentu memiliki adat, kebiasaan dan kebudayaan sendiri yang sedikit banyak telah memengaruhi perkembangan agama Islam yang masuk ke Indonesia. Hal tersebut kemudian mengalami penyesuaian-penyesuaian, termasuk penyebaran melalui seni tradisional wayang kulit, kata Widodo, Dosen Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Semarang, Kamis. Ia menambahkan, ada sekelompok tokoh ulama yang besar peranannya dalam menopang berdirinya kerajaan Demak, yang dikenal dengan sebutan wali sanga (sembilan wali).

Kesembilan wali yang bergelar sunan itu adalah: Sunan Ampel, Sunan Gunungjati, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, dan Syeh Siti Jenar (Syeh Lemah Abang). Mereka adalah para ulama yang sangat terkenal khususnya di Jawa, sebagai penyebar ajaran Islam. Tokoh sunan memiliki kelebihan-kelebihan gaib, dan kekuatan batin yang lebih serta memiliki ilmu yang tinggi, mereka adalah orang yang dekat dengan Allah. Para wali tidak hanya berkuasa di dalam keagamaan, tetapi juga berkuasa dalam pemerintahan dan politik. Di samping itu para wali merupakan pengembang kebudayaan dan kesenian yang handal. Oleh mereka kesenian Jawa berkembang hingga mencapai puncaknya yang kemudian dikenal dengan seni klasik. Salah satu kesenian yang hinga kini tetap populer adalah wayang kulit purwa. (NU)

Wednesday, October 01, 2008

Ramadhan di Trondheim, Potret Silahturrahim Muslim Indonesia di Belahan Bumi Paling Utara


Berpuasa di daerah yang dekat dengan wilayah kutub sangatlah berbeda dengan di tanah air dimana pergantian siang dan malam berputar stablil sepanjang tahun. Di Trondheim, bulan Ramadhan tahun ini jatuh di akhir musim panas dimana waktu siang rentangnya cukup panjang. Di awal Ramadhan lama puasa di daerah ini mencapai 16 jam, dimulai pukul 04:30 pagi hingga 20:30 malam. Sebuah perjuangan yang cukup menguji iman. Tulisan ini datang dari salah satu daerah paling utara, sebuah kota kecil bernama Trondheim, di negara Norwegia. Kota ini tepatnya berada pada 63,25′ lintang utara dan 10,23′ bujur timur, hanya 500 km jaraknya dari polar circle/ lingkar kutub utara.

Karena letaknya yang nyaris di ujung utara bumi, daerah ini beriklim dingin, dengan suhu udara terendah sepanjang tahun 2008 mencapai 14,5°C di bawah nol! Pada saat siang terpanjang di musim panas matahari menyinari Trondheim hingga 22 jam. Kapan matahari terbit dan tenggelam nyaris tak bisa disaksikan mata. Datangnya malam hanya ditandai dengan semburat merah di langit mencipta cahaya alam yang remang-remang. Sebaliknya di musim dingin, dalam sehari cahaya matahari mampir hanya beberapa jam, lalu gelap berkawan suhu dingin menusuk tulang. Berpenduduk sekitar 165.000 jiwa, Trondheim dikenal sebagai pusat pendidikan dan penelitian teknologi di Norwegia. Beberapa tahun terakhir jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di kota ini, tepatnya di Norwegian University of Science and Technology terus meningkat. Sebagian besar yang merupakan mahasiswa Muslim menambah pula angka komunitas muslim Indonesia yang tergabung dalam Keluarga Muslim Indonesia di Trondheim (KMIT). Saat ini KMIT beranggotakan kurang lebih 80 orang yang terdiri dari para profesional dan mahasiswa Indonesia beserta keluarga.

Berpuasa di daerah yang dekat dengan wilayah kutub sangatlah berbeda dengan di tanah air dimana pergantian siang dan malam berputar stablil sepanjang tahun. Di Trondheim, bulan Ramadhan tahun ini jatuh di akhir musim panas dimana waktu siang rentangnya cukup panjang. Di awal Ramadhan lama puasa di daerah ini mencapai 16 jam, dimulai pukul 04:30 pagi hingga 20:30 malam. Sebuah perjuangan yang cukup menguji iman. Kondisi ini pula yang kemudian membuat keluarga Muslim Indonesia di Trondheim tidak begitu leluasa merancang program Ramadhan dengan kegiatan buka puasa atau tarawih bersama secara rutin. Namun begitu, Ramadhan di Trondeim tak kalah syahdunya. Tetap sarat silaturrahim dan suasana keislaman yang kental. Tak ingin mengurangi kesempatan meningkatkan amal ibadah di bulan Ramadhan, teknologi internet kiranya menjadi solusi yang sangat membantu untuk berkomunikasi satu sama lain. Karena tak mudah untuk berkumpul secara nyata, di alam maya dirancang kegiatan bersama. Tilawah Al-Quran Online digelar setiap hari sebelum masuk waktu berbuka puasa. Dalam program ini peserta tilawah terhubung dengan program teleconference di jaringan internet, lalu membaca Al-Quran secara bergiliran. Salah seorang menjadi host dan moderator untuk mengatur lalu lintas anggota tilawah di jaringan. Satu juz bacaan per hari ditargetkan, hingga inshaallah khatam Alquran terwujud di akhir bulan suci.

Dalam prakteknya tilawah dengan memanfaatkan teknologi ini kadang juga mengalami kendala. Mulai dari jaringan yang tiba-tiba terganggu, perangkat yang kurang menunjang kualitas suara, atau jumlah peserta yang pada suatu waktu tiba-tiba membludak melebihi kapasitas, sehingga perlu di pecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Hal-hal seperti ini kiranya menjadi pengalaman yang juga menarik dan perlu trik-trik tersendiri untuk mengatasinya. Dua kali seminggu, pada hari Senin dan Rabu, diadakan pula Kajian Keislaman Online bersama keluarga muslim Indonesia di Skandinavia. Silih berganti para dai muda yang sedang menuntut ilmu di negara-negara Skandinavia memberikan tausyiah bagi muslimin Indonesia yang tersebar di Norwegia, Swedia dan Denmark.

Akhir pekan merupakan waktu yang selalu dimanfaatkan kaum Muslimin untuk berkumpul. Sebagaimana juga di luar Ramadhan, setiap minggu siang digelar Kajian Rutin KMIT, dilengkapi kegiatan TPA untuk anak-anak. Di Indonesia tentunya keberadaan TPA adalah sesuatu yang sudah sangat biasa. Namun di Trondheim, karena umat Islam tak banyak jumlahnya menjadikan peranan TPA semakin besar untuk menciptakan atmosfir keislaman dalam perkembangan anak-anak Muslim yang sehari-hari berada di lingkungan sekolah yang berbudaya lokal. Tidak saja untuk menunjang tugas utama orang tua dalam mengajarkan tentang dienullah, namun juga sejak dini menanamkan rasa kebersamaan dan persaudaraan antar anak-anak muslim sebagai saudara seiman. Forum kajian rutin mingguan dibuka dengan tilawah Al Quran secara bergiliran, sambil saling mengoreksi bacaan dan menyempurnakan tajwid. Sesi kedua adalah kultum yang di sampaikan secara bergantian oleh para anggota setiap minggu. Materi utama di sesi ketiga mendapat porsi waktu terbesar dengan pembahasan seputar tauhid, ibadah, atau muamalah. Sejak mulanya hanya satu dua orang diantara anggota yang menjadi pemateri utama, kini inshaallah telah semakin tumbuh kader-kader dai dari kalangan anggota yang di asah untuk menggali ilmu-ilmu keislaman dan memantapkan langkah dalam da'wah Islamiyyah.

Di samping untuk mengkaji ilmu-ilmu agama, forum KMIT juga menjadi wadah untuk memusyawarahkan berbagai hal untuk kemaslahatan bersama. Bagi yang ingin menuntut ilmu lebih mendalam, setiap Sabtu malam digelar pula forum khusus kajian tafsir Al-Quran. Tak ketinggalan perpustakaan mini dikelola secara virtual dengan memberdayakan buku-buku koleksi pribadi dari para anggota. Sedikit berbeda dengan bulan-bulan lainnya, di bulan Ramadhan ini kajian rutin difokuskan pada materi seputar Ramadhan: puasa, shalat malam/tarawih, zakat fitrah dan shalat Ied. Dengan menggali materi tersebut secara mendalam, kiranya ibadah Ramadhan dapat dimaksimalkan. Tak lupa pengumpulan zakat, infaq dan sadaqah menjadi agenda rutin dan terkoordinir, mengingat keberadaan Muslimin sebagai kaum minoritas di Norwegia menuntut juga kemandirian dan inisiatif yang tinggi agar dapat melaksanakan tuntunan agama secara optimal.

Kini Ramadhan sampai di penghujung, Idul Fitri menjelang. Suasana hari kemenangan di Trondheim kiranya jauh suara beduk dan gema takbir yang gemuruh, seperti lazimnya di tanah air. Namun hati kaum muslimin yang terpaut erat inshaallah sanantiasa suka cita dalam ukhuwwah Islamiyyah yang indah. Taqaballaahu minna wa minkum! (Eramuslim)

Idul Fitri Harus Jadi Sarana Introspeksi Jati Diri Bangsa


Bagi bangsa Indonesia, Idul Fitri merupakan momentum penting karena sebagian besar rakyatnya adalah umat Islam. Momentum untuk saling memaafkan itu seharusnya juga menjadi sarana introspeksi atas jati diri sebagai sebuah bangsa. Ilmu para ulama dan kaum cerdik-pandai, keadilan orang yang memegang kekuasaan, ketertiban ibadah hamba Allah, kejujuran pedagang atau pelaku ekonomi dan kedisiplinan karyawan atau pegawai, dan lain-lain, mesti dievaluasi kembali. Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Barat, Tuanku Bagindo Muhammad Letter, mengungkap hal itu dalam khotbah Idul Fitri 1429 H, di Masjid Asra Olo Ladang, Kota Padang, Rabu (1/10).

Ia mempertanyakan, bagaimana nasib umat bila alim-ulamanya bersifat hasad, bila ilmunya dipakai menipu rakyat, ayat-ayat Al Quran dan Hadist Rasulullah ‘dijual’ dengan harga murah untuk memenangkan yang salah, menyalahkan yang benar. “Bagaimana pula nasib suatu umat bila cerdik-pandai, para pakar dan pengamat tidak memandang ilmunya untuk keselamatan bersama, hanya untuk menghujat dan mencari kesalahan orang, menghalalkan dan melegalisasi korupsi serta kesewenang-wenangan, pemerasan terhadap orang-orang yang lemah,” terangnya. “Bagaimanakah nasib suatu bangsa bila pemegang kendali kekuasan memandang kedudukan sebagaimana keuntungan yang harus dipertanggungjawabkan tanpa menghiraukan halal-haram, tanpa tanggung jawab dan memandang kekuasaan menurut selera dan kemauan masing-masing,” ia menambahkan.

Tak hanya itu. Bagaimana nasib suatu negara, bila warganya terdiri dari orang-orang yang senang meninggalkan ibadah atau beribadah hanya untuk ditonton orang banyak. Hanya berteriak menyeru Allah bila bertemu dengan musibah atau kesulitan, kemudian bila terlepas dari bencana, lalu melupakan norma-norma hidup dan agama dengan memuja hawa nafsu kembali melalui pelanggaran dan penyimpangan. “Bagaimana nasib suatu umat saudagar dan pelaku ekonomi kehilangan kejujuran. Bendera-bendera khianat, timbangan sudah menipu, meter pengukurannya sudah mencuri harta benda yang digunakan untuk kesenangan sendiri dengan semboyan, siapa kuat siapa jaya, siapa lemah tetaplah menderita,” kata Muhammad Letter. Kekuatan hati nurani pribadi bertakwa akan mewujudkan kekuatan hati nurani masyarakat bertakwa. Inilah yang dapat memelihara masyarakat dari proses peluncuran dan krisis moral dan pudarnya rasa malu yang akan menjerumuskan kehidupan bangsa dan negara. (NU)

Gus Dur: Banyak Ulama yang Mulai Berkurang Keikhlasannya


Ketua Umum Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menilai, beragam krisis yang melanda bangsa Indonesia belum ada tanda-tanda segera berakhir. Bahkan, kata Gus Dur, krisis itu cenderung bertambah. Salah satunya, saat ini mulai banyak kiai dan ulama yang berkurang keikhlasannya. Gus Dur mengatakan hal tersebut dalam taushiyahnya sebelum salat Idul Fitri di Masjid Al-Munawaroh, Komplek Yayasan KH A. Wahid Hasyim, Ciganjur, Jakarta, Rabu (1/10) pagi. Kondisi demikian, kata Gus Dur, harus menjadi perhatian bagi umat Islam. Sebab, kiai dan ulama merupakan penjaga moral bagi bangsa ini. “Sebagai penjaga moral, kiai dan ulama sudah tidak dapat dipercaya lagi. Karena itu, kita harus memercayai kiai yang ikhlas tanpa pamrih, dalam hal ini, kiai kampung,” ujarnya.

Selain itu, imbuh Gus Dur, persoalan lain pada bangsa Indonesia yang hingga kini belum terselesaikan adalah upaya penegakan hukum. Menurutnya, pemerintah harus berani bertindak tegas memutuskan segala perkara hukum. Ia mencontohkan perkara mantan presiden Soeharto yang hingga meninggal dunia, belum ada satu pun kasusnya yang tersentuh hukum. “Dari awal, saya ingin diputuskan secara hukum tentang kesalahannya. Kalau perlu dihukum, ya dihukum. Persoalan memaafkan atau tidak, itu perkara lain. Saya juga siap memaafkan,” jelasnya. Mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu menyinggung pula persoalan perbaikan perekonomian di negeri ini. Menurutnya, hal itu merupakan salah satu yang perlu perbaikan, terutama masalah pengelolaan sumber daya alam. (NU)

Muslim di Australia Idul Fitri, Hari Ini


Umat Islam di Australia umumnya menggenapkan puasanya menjadi 30 hari dan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1429 Hijriah pada 1 Oktober. Hal itu dilakukan setelah tim rukyat (melihat bulan) organisasi ke-Islam-an di negara itu tidak berhasil melihat bulan baru pada Senin (29/9) malam. Organisasi Komunitas Muslim Queensland, misalnya, mengumumkan bahwa "bulan baru tidak terlihat di wilayah mana pun di Australia sehingga Idul Fitri jatuh pada 1 Oktober", tulis Antara dari Brisbane, Selasa (30/9). Muslim Indonesia dan mancanegara yang tinggal di kota Brisbane dan sekitarnya memiliki sejumlah pilihan tempat melaksanakan salat Id.

Tempat-tempat tersebut adalah Islamic College of Brisbane Karawatha, Islamic Society of Darra, Islamic Society of Bald Hills, Australian International Islamic College Durack, Masjid Al Farooq Kuraby, dan Taman William Dart. Di Sekolah Islam Brisbane Karawatha, salat Id dilaksanakan pukul 07.10 pagi setelah diawali dengan takbir dan tahmid pukul 06.30 pagi. Umumnya salat Id di Brisbane dilaksanakan antara pukul 07.10 dan 07.30, namun pengelola Masjid Al Farooq (Kuraby) menetapkan waktu shalat Id pada pukul 06.30 pagi. Di seluruh Australia, terdapat lebih dari 340 ribu orang Islam. Mereka berasal dari beragam bangsa. (NU)
 
© 2009 :: Rio's Blog | Love Aswaja ::. All Rights Reserved | Powered by Blogger
Blogger Layout by psdvibe | Bloggerized By LawnyDesignz |Modern Home Design