Saturday, November 22, 2008

Warga Kudus Surati MUI Soal Fatwa Haram Rokok

Warga Kudus, Jawa Tengah, salah satu daerah produsen rokok terbesar di Indonesia, melalui Lembaga Studi Sosial dan Budaya (LS2B) Sumur Tolak Kudus, mengirimkan surat keberatan fatwa haramnya rokok kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Sekretaris LS2B Sumur Tolak tersebut, Ulin Nuha, mengatakan, lembaganya telah menggelar serta mengumpulkan suara warga Kudus lewat diskusi dan seminar mengenai fatwa itu beberapa kali dan hasilnya menolak fatwa haram rokok MUI. "Harapan kami, surat yang kami layangkan menjadi pertimbangan MUI dalam mengambil putusan fatwa rokok," tuturnya, setelah rapat koordinasi, Selasa (19/11) lalu. Demikian dilaporkan kontributor NU Online Zakki Amali.

Selain kepada MUI, surat tersebut juga akan ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ketua Gabungan Perusahaan Rokok Indonesia (GAPRI), dan Bupati Kudus. Di kalangan MUI sendiri status hukum rokok masih menjadi diperdebatkan. Alasan yang melarang mengkonsumsi rokok, antara lain, didasarkan pada pertimbangan timbulnya kerusakan pada badan, akal dan harta benda, menimbulkan penyakit jantung, paru-paru, impotensi dll. Sedangkan merusak diri sendiri adalah perbuatan terlarang. Pertimbangan status hukum mubah (boleh), karena asal-muasal sesuatu itu mubah. Dan rokok tidak memabukkan. Sementara haramnya khamr (miniman keras) adalah karena ada unsur memabukkan. Kalau rokok membahayakan pada sebagian orang, itu kondisional.

Pertimbangan makruh (lebih baik dihindari), karena menimbulkan bau yang kurang enak. Hal ini dianalogikan dengan makan bawang mentah yang diminta menjauh dari masjid oleh Nabi Muhammad SAW karena baunya mengganggu orang lain. Menurut Ketua MUI Kudus KH Syafiq Naschan, tidak ada dalil yang pasti tentang haramnya rokok, sehingga hanya menimbulkan keraguan. "Sesuatu itu tidak bisa dihukumi haram dengan keraguan. Maka hukum merokok menjadi makruh." Lebih lanjut menurut KH Syafiq, jika MUI pusat menerbitkan fatwa haram rokok, maka fatwa tersebut akan mandul yang terjadi justru MUI akan banyak mendapat protes keras dari masyarakat. "Formulasi fatwa harus memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin. Fatwa tidak boleh menyakiti hati atau menimbulkan keresahan masyarakat muslim atau penguasanya, atau memecah belah masyarakat atau menimbulkan fitnah diantara mereka. Apalagi akrena kepentingan hawa nafsu, atau menyalahi syaria'at agama," tambah KH Syafiq.

Di tempat yang sama, Head of Corporate Affair PT Djarum, Suwarno M Serad dengan bahasa yang beda juga menolak fatwa haram rokok. Menurut Suwarno, sektor industri tembakau menjadi satu-satunya industri yang mampu menciptakan nilai tambah tinggi serta dinikmati oleh masyarakat, bangsa dan negara. "Sebaliknya nilai tambah yang tinggi dari komoditi lain seperti mineral, tambang, CPO, karet, dan kakao justru dinikmati oleh negara pengimpor," jelas Suwarno. (NU)


Gus Dur: Islam dan Nasionalisme Tidak Berdiri Sendiri-sendiri


KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali menegaskan pentingnya umat Islam di Indonesia terus memupuk semangat nasionalisme jika ingin hidup damai dan maju. Hal ini karena Islam dan Nasionalisme tidak dapat Berdiri sendiri-sendiri di Indonesia. Demikian diungkapkan Gus Dur dalam pengajiannya di Pesantren Ciganjur, pagi tadi (22/11). Kali ini Gus Dur juga mengecam majlis Ulama Indonesia (MUI) yang hanya bisa marah-marah setiap terjadi problem bangsa, tanpa pernah menyumbangkan solusi yang produktif. Lebih lanjut Gus Dur mengungkapkan, semestinya MUI memiliki nalar yang cerdas untuk dapat membantu bangsa ini bangkit dari keterpurukannya. Karena masyarakat lebih membutuhkan solusi produktif daripada sekedar fatwa haram.

“Berbagai keputusan final untuk mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah dibuat oleh banyak kelompok, termasuk organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama. Jadi kita tidak perlu lagi mempertentangkan Islam dan Nasionalisme,” terang Gus Dur. Menurut Gus Dur, sebuah kemunduran besar jika beberapa orang mempertanyakan keabsahan Nasionalisme dalam sudut pandang Islam. Karena NU jauh-jauh hari telah memutuskan tiadanya kewajiban untuk mendirikan Negara Islam sebelum NKRI lahir. ”Jika mau cerdas, MUI dapat mencari format-format ideal untuk menerapkan hukum-hukum agama agar sesuai dengan hukum-hukum kenegaraan. Dengan demikian keutuhan bangsa dapat terjaga dan integritas negara dapat terbangun dengan mapan,” tandasnya. (NU)


Michael Jackson Kini Peluk Islam


Los Angeles (GP-Ansor): Michael Jackson yang baru saja kehilangan Neverland (lahan yang disebut-sebut sebagai surganya anak-anak yang terjual melalui sebuah acara lelang yang digelar awal tahun ini, red.), mendadak memeluk agama Islam. Raja pop dunia itu pun berganti nama menjadi Mikaeel. Michael mengucapkan dua kalimat syahadat (ikrar memeluk Islam) dalam sebuah seremoni kecil di kediamannya di Los Angeles. Dia duduk di lantai mengenakan peci dan seorang Imam dari masjid memimpin seremoni.


Demikian dikutip The Sun, Jumat (21/11/2008). Michael lebih memilih nama Mikaeel yang merupakan nama salah satu malaikat dalam Islam, ketimbang menggunakan nama Mustafa. Michael menolak Mustafa yang berarti ‘orang terpilih’. Pria yang akrab disapa Jacko itu memutuskan masuk Islam setelah mendengarkan pengalaman spiritual produser dan penulis albumnya. Kedua orang tersebut meyakinkan pelantun Ben itu, bahwa setelah menjadi muslim hidup mereka lebih baik. “Sekarang, Jacko sedang berada di Makkah. Dia berdoa di sana,” tutur sumber. (GP Ansor)



Monday, November 10, 2008

Wahid Institut Gelar Seminar tentang Jihad

The Wahid Institut, sebuah lembaga yang dibidani oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggelar seminar bertemakan jihad di Surabaya, Ahad (9/11), beberapa saat setelah eksekusi tiga terpidana mati kasus bom Bali di Cilacap, Jawa Tengah. Namun seminar ini sama sekali tidak terkait dengan pelaksanaan eksekusi mati Amrozi Cs. “Seminar sudah direncanakan sejak lama. Justru eksekusi Amrozi yang ngikut kita,” kata Direktur Eksekutif The Wahid Institut Ahmad Suaedy. Hadir beberapa pengurus dan aktivis NU seperti Fajrul Falakh, Abdul A’la, Abdul Muqsid Ghozali, dan Rumadi.

Menurut Suaedy, jihad yang dimaksud dalam seminar tersebut berkaitan dengan peristiwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh pemimpin besar NU Hadratus Syeikh KH Hasyim As’ary pada 22 Oktober 1945 yang menjadi pemicu peristiwa Hari Pahlawan 10 November 1945. “Jihad yang kita maksud bukan jihadnya Amrozi. Jihad versi KH Hasyim Asy’ary bukan jihad yang liar seperti itu, yang tidak ada kaitannya dengan nasionalisme,” kata Suaedy. Direktur The Wahid Institute Yenny Zannuba Wahid, mengatakan, seminar tentang jihad kali ini digelar di Surabaya untuk memperingati peristiwa heroik atau Hari Pahlawan 10 Nopember 1945, yang selalu diperingati di Surabaya setiap tahunnya.

Dalam seminar itu diluncurkan buku bertajuk Ragam Ekspresi Islam Nusantara. Buku setebal 150 halaman itu merupakan kumpulan suplemen The Wahid Institut di Majalah Tempo dan Gatra selama dua setengah tahun. (NU Online)


 
© 2009 :: Rio's Blog | Love Aswaja ::. All Rights Reserved | Powered by Blogger
Blogger Layout by psdvibe | Bloggerized By LawnyDesignz |Modern Home Design